Sabtu, 20 Juni 2009

UU No 7 Tahun 2004

UU No 7 Tahun 2004 - Institut Hukum Sumberdaya Alam





UU No 7 Tahun 2004
UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2004
TENTANG
SUMBER DAYA AIR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA



Menimbang:
a.bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha
Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala
bidang;
b.bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara
ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air
yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan
memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi
secara selaras;
c.bahwa pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk
mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis
antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi;
d.bahwa sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi,
dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam
pengelolaan sumber daya air;
e.bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan
keadaan, dan perubahan dalam kehidupan masyarakat
sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
f.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, b, c, d, dan e perlu dibentuk undang-undang tentang
sumber daya air;

Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20 ayat (2),
Pasal 22
huruf D ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 33 ayat (3) dan
ayat (5)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG SUMBER DAYA AIR.

BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1


Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang
terkandung di dalamnya.
2.Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di
bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air
permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di
darat.
3.Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada
permukaan tanah.
4.Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau

batuan di bawah permukaan tanah.
5.Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau
buatan
yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan
tanah.
6.Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau
pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun
kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta
lingkungannya.
7.Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air,
dan pengendalian daya rusak air.
8.Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi
kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber
daya air, dan pengendalian daya rusak air.
9.Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil
perencanaan secara menyeluruh dan terpadu yang diperlukan
untuk menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air.
10.Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber
daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau
pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan
2.000 km2.
11.Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan
yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
12.Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh
batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis
seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air
tanah berlangsung.
13.Hak guna air adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau
mengusahakan air untuk berbagai keperluan.
14.Hak guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai
air.
15.Hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan
mengusahakan air.
16.Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat
daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah.
17.Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri
atas Presiden beserta para menteri.
18.Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara
keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi
sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan
kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk
hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.
19.Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan,
penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan
sumber daya air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya
guna.
20.Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah,
menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan
yang disebabkan oleh daya rusak air.
21.Daya rusak air adalah daya air yang dapat merugikan
kehidupan.
22.Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan
tindakan yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah
dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air.
23.Operasi adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta
penyediaan air dan sumber air untuk mengoptimalkan
pemanfaatan prasarana sumber daya air.
24.Pemeliharaan adalah kegiatan untuk merawat sumber air dan
prasarana sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin
kelestarian fungsi sumber air dan prasarana sumber daya air.
25.Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta
bangunan lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber
daya air, baik langsung maupun tidak langsung.
26.Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi
wewenang untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya air.


Pasal 2


Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian,
keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,
keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

Pasal 3


Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan
berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan
kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat.

Pasal 4


Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan
ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.

Pasal 5


Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi
kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya
yang sehat, bersih, dan produktif.

Pasal 6


(1) Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(2) Penguasaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat
setempat dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan
perundang-undangan.
(3) Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap diakui sepanjang
kenyataannya masih ada dan telah dikukuhkan dengan peraturan
daerah setempat.
(4) Atas dasar penguasaan negara sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1) ditentukan hak guna air.

Pasal 7


(1) Hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4)
berupa hak guna pakai air dan hak guna usaha air.
(2) Hak guna air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dapat
disewakan atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya.

Pasal 8


(1) Hak guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi
kebutuhan
pokok sehari-hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat
yang berada di dalam sistem irigasi.
(2) Hak guna pakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memerlukan izin
apabila:
a.cara menggunakannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami
sumber air;
b.ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam
jumlah
besar; atau
c.digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang
sudah ada.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-
nya.
(4) Hak guna pakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi
hak untuk mengalirkan air dari atau ke tanahnya melalui tanah
orang lain yang berbatasan dengan tanahnya.

Pasal 9


(1) Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan
atau
badan usaha dengan izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Pemegang hak guna usaha air dapat mengalirkan air di atas
tanah
orang lain berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas
tanah
yang bersangkutan.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
berupa
kesepakatan ganti kerugian atau kompensasi.

Pasal 10


Ketentuan mengenai hak guna air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan
peraturan
pemerintah.

Pasal 11


(1) Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya
air
yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan disusun
pola pengelolaan sumber daya air.
(2) Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip
keterpaduan antara air permukaan dan air tanah.
(3)Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan melibatkan peran
masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya.
(4)Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada prinsip
keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan
sumber daya air.
(5)Ketentuan mengenai penyusunan pola pengelolaan sumber daya
air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan
peraturan pemerintah.

Pasal 12


(1)Pengelolaan air permukaan didasarkan pada wilayah sungai.
(2)Pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah.
(3)Ketentuan mengenai pengelolaan air permukaan dan
pengelolaan
air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB II
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 13


(1) Wilayah sungai dan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan
Presiden.
(2) Presiden menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Sumber Daya Air Nasional.
(3) Penetapan wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
meliputi wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah
sungai
lintas kabupaten/kota, wilayah sungai lintas provinsi, wilayah
sungai
lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.
(4) Penetapan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1) meliputi cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota,
cekungan air tanah lintas kabupaten/kota, cekungan air tanah
lintas provinsi, dan cekungan air tanah lintas negara.
(5) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara penetapan
wilayah
sungai dan cekungan air tanah diatur lebih lanjut dengan
peraturan
pemerintah.

Pasal 14


Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah meliputi:
a.menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;
b.menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan
wilayah
sungai strategis nasional;
c.menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan
wilayah
sungai strategis nasional;
d.menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada
wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara,
dan
wilayah sungai strategis nasional;
e.melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah
sungai
strategis nasional;
f.mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan,
peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air
pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas
negara,
dan wilayah sungai strategis nasional;
g.mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas
penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air
tanah pada cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air
tanah lintas negara;
h.membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber
daya air wilayah sungai lintas provinsi, dan dewan sumber daya
air wilayah sungai strategis nasional;
i.memfasilitasi penyelesaian sengketa antarprovinsi dalam
pengelolaan sumber daya air;
j.menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan
sumber daya air;
k.menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah
sungai
strategis nasional; dan
l.memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air
kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Pasal 15


Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi:
a.menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di
wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air
dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
b.menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai lintas kabupaten/kota;
c.menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan
provinsi sekitarnya;
d.menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada
wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
e.melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan
provinsi sekitarnya;
f.mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan,
peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air
pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
g.mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas
penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan
pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas
kabupaten/kota;
h.membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di
tingkat provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota;
i.memfasilitasi penyelesaian sengketa antarkabupaten/kota
dalam
pengelolaan sumber daya air;
j.membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi
kebutuhan pokok masyarakat atas air;
k.menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota; dan
l.memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air
kepada pemerintah kabupaten/kota.

Pasal 16


Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota meliputi
:
a.menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di
wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan
kebijakan pengelolaan sumber daya air provinsi dengan
memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;
b.menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai dalam satu kabupaten/kota;
c.menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai dalam satu kabupaten/kota dengan memperhatikan
kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;
d.menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada
wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
e.melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;
f.mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan,
peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah di
wilayahnya serta sumber daya air pada wilayah sungai dalam
satu
kabupaten/kota;
g.membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di
tingkat kabupaten/kota dan/atau pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota;
h.memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi
masyarakat di wilayahnya; dan
i.menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota.

Pasal 17


Wewenang dan tanggung jawab pemerintah desa atau yang disebut
dengan nama lain meliputi:
a.mengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum
dilaksanakan oleh masyarakat dan/atau pemerintahan di atasnya
dengan mempertimbangkan asas kemanfaatan umum;
b.menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air yang menjadi
kewenangannya;
c.memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas
air sesuai dengan ketersediaan air yang ada; dan
d.memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan
pengelolaan sumber daya air di wilayahnya.

Pasal 18


Sebagian wewenang Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat diselenggarakan oleh
pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 19



(1) Dalam hal pemerintah daerah belum dapat melaksanakan
sebagian
wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal
16, pemerintah daerah dapat menyerahkan wewenang tersebut
kepada pemerintah di atasnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan sebagian wewenang pengelolaan sumber daya air
oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
dan Pasal 16 wajib diambil oleh pemerintah di atasnya dalam
hal:
a.pemerintah daerah tidak melaksanakan sebagian wewenang
pengelolaan sumber daya air sehingga dapat membahayakan
kepentingan umum; dan/atau
b.adanya sengketa antarprovinsi atau antarkabupaten/kota.

BAB III
KONSERVASI SUMBER DAYA AIR
Pasal 20


(1) Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga
kelangsungan
keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya
air.
(2) Konservasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber
air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air dengan mengacu pada pola
pengelolaan
sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai.
(3) Ketentuan tentang konservasi sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menjadi salah satu acuan dalam
perencanaan tata ruang.

Pasal 21


(1) Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk
melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan
keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang
disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang
disebabkan oleh tindakan manusia.
(2) Perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah
tangkapan air;
b. pengendalian pemanfaatan sumber air;
c. pengisian air pada sumber air;
d. pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
e. perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan
pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;
f. pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
g. pengaturan daerah sempadan sumber air;
h. rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau
i. pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan
pelestarian alam.
(3) Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dijadikan dasar dalam penatagunaan
lahan.
(4) Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan
secara
vegetatif dan/atau sipil teknis melalui pendekatan sosial,
ekonomi,
dan budaya.
(5) Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sumber air
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.

Pasal 22


(1) Pengawetan air ditujukan untuk memelihara keberadaan dan
ketersediaan air atau kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan
manfaatnya.
(2) Pengawetan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan
dengan cara:
a.menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dapat
dimanfaatkan pada waktu diperlukan;
b.menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif;
dan/atau
c.mengendalikan penggunaan air tanah.
(3) Ketentuan mengenai pengawetan air sebagaimana dimaksud
pada
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 23


(1)Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
ditujukan untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air
yang
masuk dan yang ada pada sumber-sumber air.
(2)Pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air
dan prasarana sumber daya air.
(3)Pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan cara mencegah masuknya pencemaran air
pada sumber air dan prasarana sumber daya air.
(4) Ketentuan mengenai pengelolaan kualitas air dan
pengendalian
pencemaran air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 24


Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang
mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya,
mengganggu
upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air.

Pasal 25


(1) Konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai,
danau,
waduk, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah
tangkapan
air, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan
hutan, dan kawasan pantai.
(2) Pengaturan konservasi sumber daya air yang berada di dalam
kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan,
dan kawasan pantai diatur berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan konservasi sumber daya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.

BAB IV
PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR

Pasal 26


(1) Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan
penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan
pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada pola
pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap
wilayah
sungai.
(2) Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan
sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan
pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat secara adil.
(3) Pendayagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikecualikan pada kawasan suaka alam dan kawasan
pelestarian alam.
(4) Pendayagunaan sumber daya air diselenggarakan secara
terpadu
dan adil, baik antarsektor, antarwilayah maupun antarkelompok
masyarakat dengan mendorong pola kerja sama.
(5) Pendayagunaan sumber daya air didasarkan pada keterkaitan
antara air hujan, air permukaan, dan air tanah dengan
mengutamakan pendayagunaan air permukaan.
(6)Setiap orang berkewajiban menggunakan air sehemat mungkin.
(7)Pendayagunaan sumber daya air dilakukan dengan mengutamakan
fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan dengan memperhatikan
prinsip pemanfaat air membayar biaya jasa pengelolaan sumber
daya air dan dengan melibatkan peran masyarakat.

Pasal 27


(1) Penatagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan
sumber air dan peruntukan air pada sumber air.
(2) Penetapan zona pemanfaatan sumber air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan salah satu acuan untuk penyusunan atau
perubahan rencana tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.
(3) Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan
dengan:
a. mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budi daya;
b. menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara
teknis hidrologis;
c. memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis
sempadan sumber air;
d. memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;
e. melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang
berkepentingan; dan
f. memperhatikan fungsi kawasan.
(4) Ketentuan dan tata cara penetapan zona sumber air diatur
lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 28


(1) Penetapan peruntukan air pada sumber air sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (1) pada setiap wilayah sungai dilakukan
dengan memperhatikan:
a. daya dukung sumber air;
b. jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi
pertumbuhannya;
c. perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; dan
d. pemanfaatan air yang sudah ada.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pengawasan
pelaksanaan ketentuan peruntukan air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
(3) Ketentuan mengenai penetapan peruntukan air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.

Pasal 29


(1) Penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
26 ayat (1) ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air dan daya
air
serta memenuhi berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan
kuantitas.
(2)Penyediaan sumber daya air dalam setiap wilayah sungai
dilaksanakan sesuai dengan penatagunaan sumber daya air yang
ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan pokok, sanitasi
lingkungan,
pertanian, ketenagaan, industri, pertambangan, perhubungan,
kehutanan dan keanekaragaman hayati, olahraga, rekreasi dan
pariwisata, ekosistem, estetika, serta kebutuhan lain yang
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari
dan
irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah
ada
merupakan prioritas utama penyediaan sumber daya air di atas
semua kebutuhan.
(4) Urutan prioritas penyediaan sumber daya air selain
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan pada setiap wilayah sungai
oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-
nya.
(5) Apabila penetapan urutan prioritas penyediaan sumber daya
air
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menimbulkan kerugian bagi
pemakai sumber daya air, Pemerintah atau pemerintah daerah
wajib mengatur kompensasi kepada pemakainya.
(6) Penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)
direncanakan dan ditetapkan sebagai bagian dalam rencana
pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-
nya.

Pasal 30


(1) Penyediaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan
rencana
pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap
wilayah
sungai.
(2) Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengambil tindakan
penyediaan sumber daya air untuk memenuhi kepentingan yang
mendesak berdasarkan perkembangan keperluan dan keadaan
setempat.

Pasal 31


Ketentuan mengenai penyediaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 diatur lebih lanjut
dengan
peraturan pemerintah.

Pasal 32


(1) Penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
26 ayat (1) ditujukan untuk pemanfaatan sumber daya air dan
prasarananya sebagai media dan/atau materi.
(2) Penggunaan sumber daya air dilaksanakan sesuai
penatagunaan
dan rencana penyediaan sumber daya air yang telah ditetapkan
dalam rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai
bersangkutan.
(3) Penggunaan air dari sumber air untuk memenuhi kebutuhan
pokok
sehari-hari, sosial, dan pertanian rakyat dilarang menimbulkan
kerusakan pada sumber air dan lingkungannya atau prasarana
umum yang bersangkutan.
(4) Penggunaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari
yang dilakukan melalui prasarana sumber daya air harus dengan
persetujuan dari pihak yang berhak atas prasarana yang
bersangkutan.
(5) Apabila penggunaan air sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ternyata menimbulkan kerusakan pada sumber air, yang
bersangkutan wajib mengganti kerugian.
(6) Dalam penggunaan air, setiap orang atau badan usaha
berupaya
menggunakan air secara daur ulang dan menggunakan kembali air.
(7) Ketentuan mengenai penggunaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.

Pasal 33


Dalam keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
mengatur dan menetapkan penggunaan sumber daya air untuk
kepentingan konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi, dan
pemenuhan prioritas penggunaan sumber daya air.

Pasal 34
(1) Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) pada wilayah sungai ditujukan untuk
peningkatan
kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air
baku untuk rumah tangga, pertanian, industri, pariwisata,
pertahanan, pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan untuk
berbagai keperluan lainnya.
(2) Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1)dilaksanakan tanpa merusak keseimbangan lingkungan hidup.
(3) Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1) diselenggarakan berdasarkan rencana pengelolaan sumber
daya air dan rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan
dengan mempertimbangkan:
a.daya dukung sumber daya air ;
b.kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat ;
c.kemampuan pembiayaan; dan
d.kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air.
(4) Pelaksanaan pengembangan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui konsultasi publik,
melalui
tahapan survei, investigasi, dan perencanaan, serta
berdasarkan
pada kelayakan teknis, lingkungan hidup, dan ekonomi.
(5) Potensi dampak yang mungkin timbul akibat dilaksanakannya
pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus ditangani secara tuntas dengan melibatkan berbagai
pihak yang terkait pada tahap penyusunan rencana.

Pasal 35


Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat (1) meliputi:
a. air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air
permukaan lainnya;
b. air tanah pada cekungan air tanah;
c. air hujan; dan
d. air laut yang berada di darat.

Pasal 36


(1) Pengembangan air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan
sumber air permukaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 huruf a dilaksanakan dengan memperhatikan
karakteristik
dan fungsi sumber air yang bersangkutan.
(2) Ketentuan mengenai pengembangan sungai, danau, rawa, dan
sumber air permukaan lainnya diatur lebih lanjut dengan
peraturan
pemerintah.

Pasal 37


(1) Air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b
merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya
terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang
luas serta pemulihannya sulit dilakukan.
(2) Pengembangan air tanah pada cekungan air tanah dilakukan
secara terpadu dalam pengembangan sumber daya air pada
wilayah sungai dengan upaya pencegahan terhadap kerusakan air
tanah.
(3) Ketentuan mengenai pengembangan air tanah diatur lebih
lanjut
dengan peraturan pemerintah.

Pasal 38


(1) Pengembangan fungsi dan manfaat air hujan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 huruf c dilaksanakan dengan
mengembangkan teknologi modifikasi cuaca.
(2) Badan usaha dan perseorangan dapat melaksanakan
pemanfaatan
awan dengan teknologi modifikasi cuaca setelah memperoleh izin
dari Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai pemanfaatan awan untuk teknologi
modifikasi
cuaca diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 39


(1) Pengembangan fungsi dan manfaat air laut yang berada di
darat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d dilakukan dengan
memperhatikan fungsi lingkungan hidup.
(2) Badan usaha dan perseorangan dapat menggunakan air laut
yang
berada di darat untuk kegiatan usaha setelah memperoleh izin
pengusahaan sumber daya air dari Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah.
(3) Ketentuan mengenai pemanfaatan air laut yang berada di
darat
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 40


(1) Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan dengan
pengembangan sistem penyediaan air minum.
(2) Pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah dan
pemerintah daerah.
(3) Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah
merupakan penyelenggara pengembangan sistem penyediaan air
minum.
(4) Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat
berperan
serta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan
air minum.
(5) Pengaturan terhadap pengembangan sistem penyediaan air
minum
bertujuan untuk:
a.terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang
berkualitas dengan harga yang terjangkau;
b.tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan
penyedia jasa pelayanan; dan
c.meningkatnya efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.
(6) Pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan
ayat
(4) diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan
prasarana dan sarana sanitasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (2) huruf d.
(7) Untuk mencapai tujuan pengaturan pengembangan sistem
penyediaan air minum dan sanitasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dan ayat (6), Pemerintah dapat membentuk badan yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri yang
membidangi sumber daya air.
(8) Ketentuan pengembangan sistem penyediaan air minum, badan
usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah
penyelenggara pengembangan sistem penyediaan air minum,
peran serta koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum,
dan pembentukan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (3), ayat (4), dan ayat (7) diatur lebih lanjut dengan
peraturan
pemerintah.

Pasal 41


(1) Pemenuhan kebutuhan air baku untuk pertanian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan dengan
pengembangan sistem irigasi.
(2) Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder menjadi
wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah
daerah dengan ketentuan:
a.pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas
provinsi menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah;
b.pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas
kabupaten/kota menjadi wewenang dan tanggung jawab
pemerintah provinsi;
c.pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder yang utuh
pada satu kabupaten/kota menjadi wewenang dan tanggung
jawab pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.
(3) Pengembangan sistem irigasi tersier menjadi hak dan
tanggung
jawab perkumpulan petani pemakai air.
(4) Pengembangan sistem irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat.
(5) Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder dapat
dilakukan
oleh perkumpulan petani pemakai air atau pihak lain sesuai
dengan
kebutuhan dan kemampuannya.
(6) Ketentuan mengenai pengembangan sistem irigasi diatur
lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 42


(1) Pengembangan sumber daya air untuk industri dan
pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan air baku dalam proses pengolahan dan/atau
eksplorasi
(2) Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air untuk
industri dan pertambangan diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.

Pasal 43


(1) Pengembangan sumber daya air untuk keperluan ketenagaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dapat dilakukan
untuk memenuhi keperluan sendiri dan untuk diusahakan lebih
lanjut.
(2) Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air untuk
ketenagaan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.


Pasal 44


(1) Pengembangan sumber daya air untuk perhubungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dapat dilakukan pada sungai,
danau, waduk, dan sumber air lainnya.
(2) Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air sebagai
jaringan prasarana angkutan diatur lebih lanjut dengan
peraturan
pemerintah.

Pasal 45


(1) Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan
memperhatikan fungsi sosial dan kelestarian lingkungan hidup.
(2) Pengusahaan sumber daya air permukaan yang meliputi satu
wilayah sungai hanya dapat dilaksanakan oleh badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah di bidang pengelolaan
sumber daya air atau kerja sama antara badan usaha milik
negara
dengan badan usaha milik daerah.
(3) Pengusahaan sumber daya air selain sebagaimana dimaksud
pada
ayat (2) dapat dilakukan oleh perseorangan, badan usaha, atau
kerja sama antar badan usaha berdasarkan izin pengusahaan dari
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-
nya.
(4) Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
berbentuk:
a. penggunaan air pada suatu lokasi tertentu sesuai
persyaratan
yang ditentukan dalam perizinan;
b. pemanfaatan wadah air pada suatu lokasi tertentu sesuai
persyaratan yang ditentukan dalam perizinan; dan/atau
c. pemanfaatan daya air pada suatu lokasi tertentu sesuai
persyaratan yang ditentukan dalam perizinan.

Pasal 46


(1) Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya, mengatur dan menetapkan alokasi air pada
sumber air untuk pengusahaan sumber daya air oleh badan usaha
atau perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
(3).
(2) Alokasi air untuk pengusahaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada rencana alokasi
air
yang ditetapkan dalam rencana pengelolaan sumber daya air
wilayah sungai bersangkutan.
(3) Alokasi air untuk pengusahaan sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1) ditetapkan dalam izin pengusahaan sumber daya air dari
Pemerintah atau pemerintah daerah.
(4) Dalam hal rencana pengelolaan sumber daya air belum
ditetapkan,
izin pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai
ditetapkan
berdasarkan alokasi air sementara.

Pasal 47


(1) Pemerintah wajib melakukan pengawasan mutu pelayanan atas:
a. badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola
sumber daya air; dan
b. badan usaha lain dan perseorangan sebagai pemegang izin
pengusahaan sumber daya air.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib
memfasilitasi
pengaduan masyarakat atas pelayanan dari badan usaha dan
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Badan usaha dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1) wajib ikut serta melakukan kegiatan konservasi sumber daya
air
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
(4) Rencana pengusahaan sumber daya air dilakukan melalui
konsultasi publik.
(5) Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan
mendorong keikutsertaan usaha kecil dan menengah.

Pasal 48


(1) Pengusahaan sumber daya air dalam suatu wilayah sungai
yang
dilakukan dengan membangun dan/atau menggunakan saluran
distribusi hanya dapat digunakan untuk wilayah sungai lainnya
apabila masih terdapat ketersediaan air yang melebihi
keperluan
penduduk pada wilayah sungai yang bersangkutan.
(2) Pengusahaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) didasarkan pada rencana pengelolaan sumber daya air
wilayah
sungai bersangkutan.

Pasal 49


(1) Pengusahaan air untuk negara lain tidak diizinkan, kecuali
apabila
penyediaan air untuk berbagai kebutuhan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (2) telah dapat terpenuhi.
(2) Pengusahaan air untuk negara lain sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) harus didasarkan pada rencana pengelolaan sumber daya
air wilayah sungai yang bersangkutan, serta memperhatikan
kepentingan daerah di sekitarnya.
(3) Rencana pengusahaan air untuk negara lain dilakukan
melalui
proses konsultasi publik oleh pemerintah sesuai dengan
kewenangannya.
(4) Pengusahaan air untuk negara lain sebagaimana dimaksud
pada
ayat (2) dan ayat (3) wajib mendapat izin dari Pemerintah
berdasarkan rekomendasi dari pemerintah daerah dan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 50


Ketentuan mengenai pengusahaan sumber daya air diatur lebih
lanjut
dengan peraturan pemerintah

BAB V
PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR

Pasal 51


(1) Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh
yang
mencakup upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.
(2) Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
diutamakan pada upaya pencegahan melalui perencanaan
pengendalian daya rusak air yang disusun secara terpadu dan
menyeluruh dalam pola pengelolaan sumber daya air.
(3) Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat.
(4) Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, serta
pengelola sumber daya air wilayah sungai dan masyarakat.

Pasal 52


Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang
dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air.

Pasal 53


(1) Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
dilakukan baik melalui kegiatan fisik dan/atau nonfisik maupun
melalui penyeimbangan hulu dan hilir wilayah sungai.
(2) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih
diutamakan pada kegiatan nonfisik.
(3) Pilihan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan
oleh pengelola sumber daya air yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai pencegahan kerusakan dan bencana akibat
daya rusak air diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.

Pasal 54


(1) Penanggulangan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 ayat (1) dilakukan dengan mitigasi bencana.
(2) Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan
secara terpadu oleh instansi terkait dan masyarakat melalui
suatu
badan koordinasi penanggulangan bencana pada tingkat nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota.
(3) Ketentuan mengenai penanggulangan kerusakan dan bencana
akibat daya rusak air diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.

Pasal 55


(1) Penanggulangan bencana akibat daya rusak air yang berskala
nasional menjadi tanggung jawab Pemerintah.
(2) Bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional
ditetapkan
dengan keputusan presiden.

Pasal 56


Dalam keadaan yang membahayakan, gubernur dan/atau
bupati/walikota berwenang mengambil tindakan darurat guna
keperluan penanggulangan daya rusak air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 ayat (1).

Pasal 57


(1) Pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
51
ayat (1) dilakukan dengan memulihkan kembali fungsi lingkungan
hidup dan sistem prasarana sumber daya air.
(2) Pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
tanggung
jawab Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya
air,
dan masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai pemulihan daya rusak air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.

Pasal 58


(1) Pengendalian daya rusak air dilakukan pada sungai, danau,
waduk
dan/atau bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi,
air
hujan, dan air laut yang berada di darat.
(2) Ketentuan mengenai pengendalian daya rusak air pada
sungai,
danau, waduk dan/atau bendungan, rawa, cekungan air tanah,
sistem irigasi, air hujan, dan air laut yang berada di darat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.

BAB VI
PERENCANAAN

Pasal 59


(1) Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun untuk
menghasilkan rencana yang berfungsi sebagai pedoman dan
arahan dalam pelaksanaan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak
air.
(2) Perencanaan pengelolaan sumber daya air dilaksanakan
berdasar-
kan asas pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2.
(3) Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai
dengan
pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11.
(4) Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu
unsur dalam penyusunan, peninjauan kembali, dan/atau
penyempur-naan rencana tata ruang wilayah.

Pasal 60


(1) Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai
dengan
prosedur dan persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan dalam
standar perencanaan yang berlaku secara nasional yang
mencakup inventarisasi sumber daya air, penyusunan, dan
penetapan rencana pengelolaan sumber daya air.
(2) Ketentuan mengenai prosedur dan persyaratan perencanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.

Pasal 61


(1) Inventarisasi sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
60 ayat (1) dilakukan pada setiap wilayah sungai di seluruh
wilayah
Indonesia.
(2) Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan
secara terkoordinasi pada setiap wilayah sungai oleh pengelola
sumber daya air yang bersangkutan.
(3) Pelaksanaan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)
dapat dilakukan oleh pihak lain berdasarkan ketentuan dan tata
cara yang ditetapkan.
(4) Pengelola sumber daya air wajib memelihara hasil
inventarisasi
dan memperbaharui data sesuai dengan perkembangan keadaan.
(5) Ketentuan mengenai inventarisasi sumber daya air diatur
lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 62


(1) Penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) pada setiap wilayah sungai
dilaksanakan secara terkoordinasi oleh instansi yang berwenang
sesuai dengan bidang tugasnya dengan mengikutsertakan para
pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air.
(2) Instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya
mengumumkan secara terbuka rancangan rencana pengelolaan
sumber daya air kepada masyarakat.
(3) Masyarakat berhak menyatakan keberatan terhadap rancangan
rencana pengelolaan sumber daya air yang sudah diumumkan
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kondisi setempat.
(4) Instansi yang berwenang dapat melakukan peninjauan kembali
terhadap rancangan rencana pengelolaan sumber daya air atas
keberatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Rancangan rencana pengelolaan sumber daya air ditetapkan
oleh
instansi yang berwenang untuk menjadi rencana pengelolaan
sumber daya air.
(6) Rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah
sungai
dirinci ke dalam program yang terkait dengan pengelolaan
sumber
daya air oleh instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat.
(7) Ketentuan mengenai perencanaan pengelolaan sumber daya air
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB VII
PELAKSANAAN KONSTRUKSI, OPERASI DAN PEMELIHARAAN

Pasal 63


(1) Pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air dilakukan
berdasarkan norma, standar, pedoman, dan manual dengan
memanfaatkan teknologi dan sumber daya lokal serta
mengutamakan keselamatan, keamanan kerja, dan keberlanjutan
fungsi ekologis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan
pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak
didasarkan pada norma, standar, pedoman, dan manual
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan
pelaksanaan konstruksi pada sumber air wajib memperoleh izin
dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(4) Pelaksanaan konstruksi prasarana dan sarana sumber daya
air di
atas tanah pihak lain dilaksanakan setelah proses ganti
kerugian
dan/atau kompensasi kepada pihak yang berhak diselesaikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 64


(1) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air
terdiri atas
pemeliharaan sumber air serta operasi dan pemeliharaan
prasarana sumber daya air.
(2) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi pengaturan, pelaksanaan, pemantauan,
dan
evaluasi untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat sumber
daya air.
(3) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air
dilakukan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau pengelola sumber daya
air sesuai dengan kewenangannya.
(4) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya
air
yang dibangun oleh badan usaha, kelompok masyarakat, atau
perseorangan menjadi tugas dan tanggung jawab pihak-pihak yang
membangun.
(5) Masyarakat ikut berperan dalam pelaksanaan operasi dan
pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi
ditetapkan:
a. pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi primer
dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah
dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya,
b. pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi
tersier
menjadi hak dan tanggung jawab masyarakat petani pemakai
air.
(7) Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan
yang
mengakibatkan rusaknya prasarana sumber daya air.
(8) Ketentuan mengenai operasi dan pemeliharaan sumber daya
air
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB VIII
SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR

Pasal 65


(1) Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, Pemerintah
dan
pemerintah daerah menyelenggarakan pengelolaan sistem
informasi sumber daya air sesuai dengan kewenangannya.


(2) Informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
meliputi informasi mengenai kondisi hidrologis,
hidrome-teorologis,
hidrogeologis, kebijakan sumber daya air, prasarana sumber
daya
air, teknologi sumber daya air, lingkungan pada sumber daya
air
dan sekitarnya, serta kegiatan sosial ekonomi budaya
masyarakat
yang terkait dengan sumber daya air.

Pasal 66


(1) Sistem informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 65 ayat (1) merupakan jaringan informasi sumber daya air
yang tersebar dan dikelola oleh berbagai institusi.
(2) Jaringan informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) harus dapat diakses oleh berbagai pihak yang
berkepentingan dalam bidang sumber daya air.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah dapat membentuk unit
pelaksana teknis untuk menyelenggarakan kegiatan sistem
informasi sumber daya air.

Pasal 67


(1) Pemerintah dan pemerintah daerah serta pengelola sumber
daya
air, sesuai dengan kewenangannya, menyediakan informasi
sumber daya air bagi semua pihak yang berkepentingan dalam
bidang sumber daya air.
(2) Untuk melaksanakan kegiatan penyediaan informasi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), seluruh instansi Pemerintah,
pemerintah
daerah, badan hukum, organisasi, dan lembaga serta
perseorangan yang melaksanakan kegiatan berkaitan dengan
sumber daya air menyampaikan laporan hasil kegiatannya kepada
instansi Pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung
jawab di bidang sumber daya air.
(3) Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air,
badan
hukum, organisasi, lembaga dan perseorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertanggung jawab menjamin
keakuratan, kebenaran, dan ketepatan waktu atas informasi yang
disampaikan.

Pasal 68


(1) Untuk mendukung pengelolaan sistem informasi sumber daya
air
diperlukan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrome-
teorologi, dan hidrogeologi wilayah sungai pada tingkat
nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota.
(2) Kebijakan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrome-
teorologi, dan hidrogeologi ditetapkan oleh Pemerintah
berdasarkan usul Dewan Sumber Daya Air Nasional.
(3) Pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi,
dan
hidrogeologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan pengelola sumber daya
air sesuai dengan kewenangannya.
(4) Pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi,
dan
hidrogeologi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilakukan
melalui kerja sama dengan pihak lain.

Pasal 69

Ketentuan mengenai sistem informasi sumber daya air
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66, Pasal 67, dan Pasal 68 diatur lebih
lanjut
dengan peraturan pemerintah.

BAB IX
PEMBERDAYAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 70

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan pember-
dayaan para pemilik kepentingan dan kelembagaan sumber daya
air secara terencana dan sistematis untuk meningkatkan kinerja
pengelolaan sumber daya air.
(2) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan
pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pengawasan,
operasi dan pemeliharaan sumber daya air dengan melibatkan
peran masyarakat.
(3) Kelompok masyarakat atas prakarsa sendiri dapat
melaksanakan
upaya pemberdayaan untuk kepentingan masing-masing dengan
berpedoman pada tujuan pemberdayaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan,
penelitian
dan pengembangan, serta pendampingan.

Pasal 71

(1) Menteri yang membidangi sumber daya air dan menteri yang
terkait
dengan bidang sumber daya air menetapkan standar pendidikan
khusus dalam bidang sumber daya air.
(2) Penyelenggaraan pendidikan bidang sumber daya air dapat
dilaksanakan, baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah maupun
swasta sesuai dengan standar pendidikan khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).

Pasal 72

(1) Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam bidang sumber daya air diselenggarakan untuk mendukung
dan meningkatkan kinerja pengelolaan sumber daya air.
(2) Menteri yang membidangi ilmu pengetahuan dan teknologi,
setelah
memperoleh saran dari menteri yang membidangi sumber daya air
dan menteri yang terkait dengan sumber daya air, menetapkan
kebijakan dan pedoman yang diperlukan dalam rangka
penyelenggaraan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya melaksanakan kegiatan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang
sumber daya air.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong dan menciptakan
kondisi yang mendukung untuk meningkatkan pelaksanaan
penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang sumber
daya air oleh masyarakat, dunia usaha, dan perguruan tinggi.

Pasal 73

Pemerintah memfasilitasi perlindungan hak penemu dan temuan
ilmu
pengetahuan dan inovasi teknologi dalam bidang sumber daya air
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 74

(1) Pendampingan dan pelatihan bidang sumber daya air
ditujukan
untuk pemberdayaan para pemilik kepentingan dan kelembagaan
pada wilayah sungai.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah, sesuai dengan wewenang
dan
tanggung jawabnya dalam pengelolaan sumber daya air,
menetapkan pedoman kegiatan pendampingan dan pelatihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Instansi Pemerintah dan pemerintah daerah yang berkaitan
dengan
kegiatan pengelolaan sumber daya air wajib memberikan dukungan
dan bekerja sama untuk menyelenggarakan kegiatan
pendampingan dan pelatihan.

Pasal 75


(1) Untuk menjamin tercapainya tujuan pengelolaan sumber daya
air,
diselenggarakan kegiatan pengawasan terhadap seluruh proses
dan hasil pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada setiap
wilayah sungai.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan wewenang
dan
tanggung jawabnya melaksanakan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan melibatkan peran masyarakat.
(3) Peran masyarakat dalam pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan dengan menyampaikan laporan dan/atau
pengaduan kepada pihak yang berwenang.
(4) Pemerintah menetapkan pedoman pelaporan dan pengaduan
masyarakat dalam pengawasan pengelolaan sumber daya air.

Pasal 76


Ketentuan mengenai pemberdayaan dan pengawasan pengelolaan
sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dan Pasal
75
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB X
PEMBIAYAAN

Pasal 77


(1) Pembiayaan pengelolaan sumber daya air ditetapkan
berdasarkan
kebutuhan nyata pengelolaan sumber daya air.
(2) Jenis pembiayaan pengelolaan sumber daya air meliputi:
a.biaya sistem informasi;
b.biaya perencanaan;
c.biaya pelaksanaan konstruksi;
d.biaya operasi, pemeliharaan; dan
e.biaya pemantauan, evaluasi dan pemberdayaan masyarakat.
(3) Sumber dana untuk setiap jenis pembiayaan dapat berupa:
a.anggaran pemerintah;
b.anggaran swasta; dan/atau
c.hasil penerimaan biaya jasa pengelolaan sumber daya air.

Pasal 78


(1) Pembiayaan pengelolaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 77 ayat (1) dibebankan kepada
Pemerintah,pemerintah daerah,
badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola
sumber
daya air, koperasi, badan usaha lain, dan perseorangan, baik
secara sendiri-sendiri maupun dalam bentuk kerja sama.
(2) Pembiayaan pengelolaan sumber daya air yang menjadi
tanggung
jawab Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didasarkan pada kewenangan masing-masing dalam
pengelolaan sumber daya air.
(3) Pembiayaan pelaksanaan konstruksi dan operasi dan
pemeliharaan sistem irigasi diatur sebagai berikut:
a. pembiayaan pelaksanaan konstruksi, operasi dan
pemeliharaan sistem irigasi primer dan sekunder menjadi
tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya; dan dapat melibatkan peran serta
masyarakat petani,
b. pembiayaan pelaksanaan konstruksi sistem irigasi tersier
menjadi tanggung jawab petani, dan dapat dibantu Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah, kecuali bangunan sadap, saluran
sepanjang 50 m dari bangunan sadap, dan boks tersier serta
bangunan pelengkap tersier lainnya menjadi tanggung jawab
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah,
c. pembiayaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier
menjadi tanggung jawab petani, dan dapat dibantu Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
(4) Dalam hal terdapat kepentingan mendesak untuk
pendayagunaan
sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, lintas
kabupaten/kota, dan strategis nasional, pembiayaan
pengelolaan-
nya ditetapkan bersama oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
yang bersangkutan melalui pola kerja sama.

Pasal 79


(1) Pembiayaan pengelolaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 77 ayat (1) yang ditujukan untuk pengusahaan
sumber
daya air yang diselenggarakan oleh koperasi, badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah pengelola sumber daya air,
badan usaha lain dan perseorangan ditanggung oleh masing-
masing yang bersangkutan.
(2) Untuk pelayanan sosial, kesejahteraan, dan keselamatan
umum,
Pemerintah dan pemerintah daerah dalam batas-batas tertentu
dapat memberikan bantuan biaya pengelolaan kepada badan
usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola sumber
daya air.

Pasal 80


(1) Pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari dan untuk pertanian rakyat tidak dibebani biaya
jasa
pengelolaan sumber daya air.
(2) Pengguna sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menanggung biaya jasa pengelolaan sumber daya air.
(3) Penentuan besarnya biaya jasa pengelolaan sumber daya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada perhitungan
ekonomi rasional yang dapat dipertanggung-jawabkan.
(4) Penentuan nilai satuan biaya jasa pengelolaan sumber daya
air
untuk setiap jenis penggunaan sumber daya air didasarkan pada
pertimbangan kemampuan ekonomi kelompok pengguna dan
volume penggunaan sumber daya air.
(5) Penentuan nilai satuan biaya jasa pengelolaan sumber daya
air
untuk jenis penggunaan nonusaha dikecualikan dari perhitungan
ekonomi rasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Pengelola sumber daya air berhak atas hasil penerimaan
dana
yang dipungut dari para pengguna jasa pengelolaan sumber daya
air sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(7) Dana yang dipungut dari para pengguna sumber daya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dipergunakan untuk
mendukung terselenggaranya kelangsungan pengelolaan sumber
daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.

Pasal 81


Ketentuan mengenai pembiayaan pengelolaan sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, dan
Pasal 80 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB XI
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 82

Dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air, masyarakat
berhak
untuk:
a.memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengelolaan
sumber daya air;
b.memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang
dialaminya sebagai akibat pelaksanaan pengelolaan sumber daya
air;
c.memperoleh manfaat atas pengelolaan sumber daya air;
d.menyatakan keberatan terhadap rencana pengelolaan sumber
daya air yang sudah diumumkan dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan kondisi setempat;
e.mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang
berwenang atas kerugian yang menimpa dirinya yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air; dan/atau
f.mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap berbagai
masalah sumber daya air yang merugikan kehidupannya.

Pasal 83
Dalam menggunakan hak guna air, masyarakat pemegang hak guna
air berkewajiban memperhatikan kepentingan umum yang
diwujudkan
melalui perannya dalam konservasi sumber daya air serta
perlindungan dan pengamanan prasarana sumber daya air.

Pasal 84
(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan
dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap pengelolaan sumber daya air.
(2) Ketentuan mengenai peran masyarakat dalam pengelolaan
sumber
daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut
dengan peraturan pemerintah.

BAB XII
KOORDINASI

Pasal 85

(1) Pengelolaan sumber daya air mencakup kepentingan lintas
sektoral
dan lintas wilayah yang memerlukan keterpaduan tindak untuk
menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat air dan sumber air.
(2) Pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
dilakukan melalui koordinasi dengan mengintegrasikan
kepentingan
berbagai sektor, wilayah, dan para pemilik kepentingan dalam
bidang sumber daya air.

Pasal 86

(1) Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2)
dilakukan oleh suatu wadah koordinasi yang bernama dewan
sumber daya air atau dengan nama lain.
(2) Wadah koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas pokok menyusun dan merumuskan kebijakan
serta strategi pengelolaan sumber daya air.
(3) Wadah koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
beranggotakan unsur pemerintah dan unsur non-pemerintah
dalam jumlah yang seimbang atas prinsip keterwakilan
(4) Susunan organisasi dan tata kerja wadah koordinasi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan
presiden.

Pasal 87

(1) Koordinasi pada tingkat nasional dilakukan oleh Dewan
Sumber
Daya Air Nasional yang dibentuk oleh Pemerintah, dan pada
tingkat
provinsi dilakukan oleh wadah koordinasi dengan nama dewan
sumber daya air provinsi atau dengan nama lain yang dibentuk
oleh
pemerintah provinsi.
(2) Untuk pelaksanaan koordinasi pada tingkat kabupaten/kota
dapat
dibentuk wadah koordinasi dengan nama dewan sumber daya air
kabupaten/kota atau dengan nama lain oleh pemerintah
kabupaten/kota.
(3) Wadah koordinasi pada wilayah sungai dapat dibentuk
sesuai
dengan kebutuhan pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai yang bersangkutan.
(4) Hubungan kerja antarwadah koordinasi tingkat nasional,
provinsi,
kabupaten/kota, dan wilayah sungai bersifat konsultatif dan
koordinatif.
(5) Pedoman mengenai pembentukan wadah koordinasi pada tingkat
provinsi, kabupaten/kota, dan wilayah sungai diatur lebih
lanjut
dengan keputusan menteri yang membidangi sumber daya air.

BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 88

(1) Penyelesaian sengketa sumber daya air pada tahap pertama
diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan, para pihak dapat
menempuh
upaya penyelesaian di luar pengadilan atau melalui pengadilan.
(3) Upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan arbitrase atau
alternatif
penyelesaian sengketa sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 89
Sengketa mengenai kewenangan pengelolaan sumber daya air
antara
Pemerintah dan pemerintah daerah diselesaikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

BAB XIV
GUGATAN MASYARAKAT DAN ORGANISASI

Pasal 90
Masyarakat yang dirugikan akibat berbagai masalah pengelolaan
sumber daya air berhak mengajukan gugatan perwakilan ke
pengadilan.

Pasal 91
Instansi pemerintah yang membidangi sumber daya air bertindak
untuk kepentingan masyarakat apabila terdapat indikasi
masyarakat
menderita akibat pencemaran air dan/atau kerusakan sumber air
yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Pasal 92

(1) Organisasi yang bergerak pada bidang sumber daya air
berhak me-
ngajukan gugatan terhadap orang atau badan usaha yang
melakukan kegiatan yang menyebabkan kerusakan sumber daya
air dan/atau prasarananya, untuk kepentingan keberlanjutan
fungsi
sumber daya air.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada
gugatan untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan
dengan
keberlanjutan fungsi sumber daya air dan/atau gugatan membayar
biaya atas pengeluaran nyata.
(3) Organisasi yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a.berbentuk organisasi kemasyarakatan yang berstatus badan
hukum dan bergerak dalam bidang sumber daya air;
b.mencantumkan tujuan pendirian organisasi dalam anggaran
dasarnya untuk kepentingan yang berkaitan dengan
keberlanjutan fungsi sumber daya air; dan
c.telah melakukan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.



BAB XV
PENYIDIKAN

Pasal 93


(1) Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia,
pejabat pegawai negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya dalam bidang sumber daya air dapat diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) berwenang untuk:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan tentang adanya tindak pidana sumber daya air;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan usaha yang
diduga melakukan tindak pidana sumber daya air;
c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi
atau tersangka dalam perkara tindak pidana sumber daya air;
d. melakukan pemeriksaan prasarana sumber daya air dan
menghentikan peralatan yang diduga digunakan untuk
melakukan tindak pidana;
e. menyegel dan/atau menyita alat kegiatan yang digunakan
untuk
melakukan tindak pidana sebagai alat bukti;
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana sumber daya air;
g. membuat dan menandatangani berita acara dan mengirimkan-
nya kepada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia;
dan/atau
h. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti
atau
peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana.
(3) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud
pada
ayat (2) memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud
pada
ayat (2) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum
melalui penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XVI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 94


(1)Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan)
tahun
dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah):
a.setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang
mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya,
mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan
pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
b.setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang
dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52.
(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
a.setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan
penggunaan air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang
atau pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3); atau
b.setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang
mengakibatkan rusaknya prasarana sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7).
(3) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah):
a.setiap orang yang dengan sengaja menyewakan atau
memindahtangankan sebagian atau seluruhnya hak guna air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
b.setiap orang yang dengan sengaja melakukan pengusahaan
sumber daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3); atau
c.setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan
pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak
didasarkan pada norma, standar, pedoman, dan manual
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2);
d.setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan
pelaksanaan konstruksi pada sumber air tanpa memperoleh izin
dari Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 63 ayat (3).

Pasal 95

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan
belas)
bulan dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta
rupiah):
a.setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan
kerusakan sumber daya air dan prasarananya, mengganggu
upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencermaran
air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
b.setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan
yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan
denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah):
a.setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan
penggunaan air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang
atau pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3); atau;
b.setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan
yang mengakibatkan kerusakan prasarana sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7).
(3) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan
dan
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah):
a.setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan pengusahaan
sumber daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b.setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan
pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak
didasarkan pada norma, standar, pedoman, dan manual
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2);
c.setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan
pelaksanaan konstruksi pada sumber air tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3).

Pasal 96


(1) Dalam hal tindak pidana sumber daya air sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 94 dan Pasal 95 dilakukan oleh badan usaha, pidana
dikenakan terhadap badan usaha yang bersangkutan.
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenakan terhadap badan usaha, pidana yang dijatuhkan adalah
pidana denda ditambah sepertiga denda yang dijatuhkan.

BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 97


Pada saat berlakunya undang-undang ini, semua peraturan
pelaksanaan yang berkaitan dengan sumber daya air dinyatakan
tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dikeluarkan
peraturan pelaksanaan baru berdasarkan undang-undang ini.

Pasal 98


Perizinan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air
yang
telah diterbitkan sebelum ditetapkannya Undang-undang ini
dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya
berakhir.

BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 99

Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-undang Nomor
11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3046) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 100

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta

pada tanggal 18
Maret 2004

PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,


ttd.

MEGAWATI
SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Maret 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 32


Salinan sesuai dengan aslinya,

Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan Perundang-undangan

Lambock V.
Nahattands











PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2004
TENTANG
SUMBER DAYA AIR

UMUM

1. Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat
Indonesia dalam segala bidang. Sejalan dengan Pasal 33 ayat
(3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
undang-undang ini
menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai oleh negara dan
dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara adil. Atas
penguasaan
sumber daya air oleh negara dimaksud, negara menjamin hak
setiap orang
untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari dan
melakukan pengaturan hak atas air. Penguasaan negara atas
sumber daya
air tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah
dengan tetap mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, seperti hak ulayat
masyarakat
hukum adat setempat dan hak-hak yang serupa dengan itu,
sepanjang masih
hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pengaturan hak atas air diwujudkan melalui penetapan hak
guna air, yaitu
hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk
berbagai
keperluan. Hak guna air dengan pengertian tersebut bukan
merupakan hak
pemilikan atas air, tetapi hanya terbatas pada hak untuk
memperoleh dan
memakai atau mengusahakan sejumlah (kuota) air sesuai dengan
alokasi
yang ditetapkan oleh pemerintah kepada pengguna air, baik
untuk yang wajib
memperoleh izin maupun yang tidak wajib izin. Hak guna air
untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kegiatan
bukan usaha
disebut dengan hak guna pakai air, sedangkan hak guna air
untuk memenuhi
kebutuhan usaha, baik penggunaan air untuk bahan baku
produksi,
pemanfaatan potensinya, media usaha, maupun penggunaan air
untuk bahan
pembantu produksi, disebut dengan hak guna usaha air.
Jumlah alokasi air yang ditetapkan tidak bersifat mutlak dan
harus dipenuhi
sebagaimana yang tercantum dalam izin, tetapi dapat ditinjau
kembali apabila
persyaratan atau keadaan yang dijadikan dasar pemberian izin
dan kondisi
ketersediaan air pada sumber air yang bersangkutan mengalami
perubahan
yang sangat berarti dibandingkan dengan kondisi ketersediaan
air pada saat
penetapan alokasi.
3. Hak guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari bagi
perseorangan dan pertanian rakyat yang berada di dalam sistem
irigasi
dijamin oleh Pemerintah atau pemerintah daerah. Hak guna pakai
air untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan
pertanian
rakyat tersebut termasuk hak untuk mengalirkan air dari atau
ke tanahnya
melalui tanah orang lain yang berbatasan dengan tanahnya.
Pemerintah atau
pemerintah daerah menjamin alokasi air untuk memenuhi
kebutuhan pokok
sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat tersebut
dengan tetap
memperhatikan kondisi ketersediaan air yang ada dalam wilayah
sungai yang
bersangkutan dengan tetap menjaga terpeliharanya ketertiban
dan
ketentraman.
4. Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat
mendorong
lebih menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai dan fungsi
sosialnya.
Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan
antarsektor,
antarwilayah dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber
daya air. Di
sisi lain, pengelolaan sumber daya air yang lebih bersandar
pada nilai
ekonomi akan cenderung lebih memihak kepada pemilik modal
serta dapat
mengabaikan fungsi sosial sumber daya air.
Berdasarkan pertimbangan tersebut undang-undang ini lebih
memberikan
perlindungan terhadap kepentingan kelompok masyarakat ekonomi
lemah
dengan menerapkan prinsip pengelolaan sumber daya air yang
mampu
menyelaraskan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi.
5. Air sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami
keberadaannya
bersifat dinamis mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa
mengenal batas
wilayah administrasi. Keberadaan air mengikuti siklus
hidrologis yang erat
hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah sehingga
menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu
dan setiap
wilayah. Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan
meningkatnya
kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan
yang
berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air dan
meningkatnya
daya rusak air. Hal tersebut menuntut pengelolaan sumber daya
air yang
utuh dari hulu sampai ke hilir dengan basis wilayah sungai
dalam satu pola
pengelolaan sumber daya air tanpa dipengaruhi oleh batas-batas
wilayah
administrasi yang dilaluinya.
6. Berdasarkan hal tersebut di atas, pengaturan kewenangan dan
tanggung
jawab pengelolaan sumber daya air oleh Pemerintah, pemerintah
provinsi,
dan pemerintah kabupaten/kota didasarkan pada keberadaan
wilayah sungai
yang bersangkutan, yaitu:
a. wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas
negara, dan/atau
wilayah sungai strategis nasional menjadi kewenangan
Pemerintah.
b. wilayah sungai lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan
pemerintah
provinsi;
c. wilayah sungai yang secara utuh berada pada satu wilayah
kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota;
Di samping itu, undang-undang ini juga memberikan kewenangan
pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah desa atau yang
disebut
dengan nama lain sepanjang kewenangan yang ada belum
dilaksanakan oleh
masyarakat dan/atau oleh pemerintah di atasnya.
Kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya air
tersebut
termasuk mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas
peruntukan,
penyediaan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada
wilayah
sungai dengan tetap dalam kerangka konservasi dan pengendalian
daya rusak
air.
7. Pola pengelolaan sumber daya air merupakan kerangka dasar
dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi
kegiatan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan

pengendalian daya rusak air pada setiap wilayah sungai dengan
prinsip
keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Pola
pengelolaan sumber
daya air disusun secara terkoordinasi di antara instansi yang
terkait,
berdasarkan asas kelestarian, asas keseimbangan fungsi sosial,
lingkungan
hidup, dan ekonomi, asas kemanfaatan umum, asas keterpaduan
dan
keserasian, asas keadilan, asas kemandirian, serta asas
transparansi dan
akuntabilitas. Pola pengelolaan sumber daya air tersebut
kemudian
dijabarkan ke dalam rencana pengelolaan sumber daya air.
Penyusunan pola pengelolaan perlu melibatkan seluas-luasnya
peran
masyarakat dan dunia usaha, baik koperasi, badan usaha milik
negara,
badan usaha milik daerah maupun badan usaha swasta. Sejalan
dengan
prinsip demokratis, masyarakat tidak hanya diberi peran dalam
penyusunan
pola pengelolaan sumber daya air, tetapi berperan pula dalam
proses
perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan,

pemantauan, serta pengawasan atas pengelolaan sumber daya air.

8. Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan rencana induk
konservasi
sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya
rusak air yang disusun secara terkoordinasi berbasis wilayah
sungai.
Rencana tersebut menjadi dasar dalam penyusunan program
pengelolaan
sumber daya air yang dijabarkan lebih lanjut dalam rencana
kegiatan setiap
instansi yang terkait. Rencana pengelolaan sumber daya air
tersebut
termasuk rencana penyediaan sumber daya air dan pengusahaan
sumber
daya air. Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari dan
irigasi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada
merupakan
prioritas utama penyediaan di atas semua kebutuhan lainnya.
Karena
keberagaman ketersediaan sumber daya air dan jenis kebutuhan
sumber
daya air pada suatu tempat, urutan prioritas penyediaan sumber
daya air
untuk keperluan lainnya ditetapkan sesuai dengan kebutuhan
setempat.
9. Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan tetap
memperhatikan fungsi sosial sumber daya air dan kelestarian
lingkungan
hidup. Pengusahaan sumber daya air yang meliputi satu wilayah
sungai
hanya dapat dilakukan oleh badan usaha milik negara atau badan
usaha milik
daerah di bidang pengelolaan sumber daya air atau kerja sama
antara
keduanya, dengan tujuan untuk tetap mengedepankan prinsip
pengelolaan
yang selaras antara fungsi sosial, fungsi lingkungan hidup,
dan fungsi
ekonomi sumber daya air.
10. Pengusahaan sumber daya air pada tempat tertentu dapat
diberikan kepada
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah bukan
pengelola
sumber daya air, badan usaha swasta dan/atau perseorangan
berdasarkan
rencana pengusahaan yang telah disusun melalui konsultasi
publik dan izin
pengusahaan sumber daya air dari pemerintah. Pengaturan
mengenai
pengusahaan sumber daya air dimaksudkan untuk mengatur dan
memberi
alokasi air baku bagi kegiatan usaha tertentu. Pengusahaan
sumber daya air
tersebut dapat berupa pengusahaan air baku sebagai bahan baku
produksi,
sebagai salah satu media atau unsur utama dari kegiatan suatu
usaha,
seperti perusahaan daerah air minum, perusahaan air mineral,
perusahaan
minuman dalam kemasan lainnya, pembangkit listrik tenaga air,
olahraga
arung jeram, dan sebagai bahan pembantu proses produksi,
seperti air untuk
sistem pendingin mesin (water cooling system) atau air untuk
pencucian hasil
eksplorasi bahan tambang. Kegiatan pengusahaan dimaksud tidak
termasuk
menguasai sumber airnya, tetapi hanya terbatas pada hak untuk
menggunakan air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan dan
menggunakan
sebagian sumber air untuk keperluan bangunan sarana prasarana
yang
diperlukan misalnya pengusahaan bangunan sarana prasarana pada
situ.
Pengusahaan sumber daya air tersebut dilaksanakan sesuai
dengan rambu-
rambu sebagaimana diatur dalam norma, standar, pedoman, manual
(NSPM)
yang telah ditetapkan.
11. Air dalam siklus hidrologis dapat berupa air yang berada
di udara berupa uap
air dan hujan; di daratan berupa salju dan air permukaan di
sungai, saluran,
waduk, danau, rawa, dan air laut; serta air tanah. Air laut
mempunyai
karakteristik yang berbeda dan memerlukan adanya penanganan
serta
pengaturan tersendiri, sedangkan untuk air laut yang berada di
darat tunduk
pada pengaturan dalam undang-undang ini. Pemanfaatan air laut
di darat
untuk keperluan pengusahaan, baik melalui rekayasa teknis
maupun alami
akibat pengaruh pasang surut, perlu memperhatikan fungsi
lingkungan hidup
dan harus mendapat izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah
sesuai
dengan wewenangnya, serta berdasarkan prosedur dan standar
perizinan
menurut pedoman teknik dan administrasi yang telah ditetapkan.

12. Untuk terselenggaranya pengelolaan sumber daya air
secara berkelanjutan,
penerima manfaat jasa pengelolaan sumber daya air, pada
prinsipnya, wajib
menanggung biaya pengelolaan sesuai dengan manfaat yang
diperoleh.
Kewajiban ini tidak berlaku bagi pengguna air untuk kebutuhan
pokok sehari-
hari dan untuk kepentingan sosial serta keselamatan umum.
Karena
keterbatasan kemampuan petani pemakai air, penggunaan air
untuk
keperluan pertanian rakyat dibebaskan dari kewajiban membiayai
jasa
pengelolaan sumber daya air dengan tidak menghilangkan
kewajibannya
untuk menanggung biaya pengembangan, operasi, dan pemeliharaan
sistem
irigasi tersier.
13. Undang-undang ini disusun secara komprehensif yang memuat
pengaturan
menyeluruh tidak hanya meliputi bidang pengelolaan sumber daya
air, tetapi
juga meliputi proses pengelolaan sumber daya air. Mengingat
sumber daya
air menyangkut kepentingan banyak sektor, daerah pengalirannya

menembus batas-batas wilayah administrasi, dan merupakan
kebutuhan
pokok bagi kelangsungan kehidupan masyarakat, undang-undang
ini
menetapkan perlunya dibentuk wadah koordinasi pengelolaan
sumber daya
air yang beranggotakan wakil dari pihak yang terkait, baik
dari unsur
pemerintah maupun nonpemerintah. Wadah koordinasi tersebut
dibentuk
pada tingkat nasional dan provinsi, sedangkan pada tingkat
kabupaten/ kota
dan wilayah sungai dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Wadah
koordinasi itu
diharapkan mampu mengoordinasikan berbagai kepentingan
instansi,
lembaga, masyarakat, dan para pemilik kepentingan
(stakeholders) sumber
daya air lainnya dalam pengelolaan sumber daya air, terutama
dalam
merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan sumber daya air,
serta
mendorong peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan
sumber daya
air. Dalam melaksanakan tugasnya wadah koordinasi tersebut
secara teknis
mendapatkan bimbingan Pemerintah dalam hal ini kementerian
yang
membidangi sumber daya air.
14. Untuk menjamin terselenggaranya kepastian dan penegakan
hukum dalam
hal yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air selain
penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia diperlukan penyidik
pegawai negeri
sipil yang diberi wewenang penyidikan. Selanjutnya, terhadap
berbagai
masalah sumber daya air yang merugikan kehidupan, masyarakat
berhak
mengajukan gugatan perwakilan, sedangkan terhadap berbagai
sengketa
sumber daya air, masyarakat dapat mencari penyelesaian
sengketa, baik
dengan menempuh cara melalui pengadilan maupun di luar
pengadilan
melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa sesuai
dengan
peraturan perundang-undangan.
15. Untuk menyesuaikan perubahan paradigma dan mengantisipasi
kompleksitas
perkembangan permasalahan sumber daya air; menempatkan air
dalam
dimensi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi secara selaras;
mewujudkan
pengelolaan sumber daya air yang terpadu; mengakomodasi
tuntutan
desentralisasi dan otonomi daerah; memberikan perhatian yang
lebih baik
terhadap hak dasar atas air bagi seluruh rakyat; mewujudkan
mekanisme dan
proses perumusan kebijakan dan rencana pengelolaan sumber daya
air yang
lebih demokratis, perlu dibentuk undang-undang baru sebagai
pengganti
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Asas Kelestarian mengandung pengertian bahwa pendayagunaan
sumber daya air
diselenggarakan dengan menjaga kelestarian fungsi sumber daya
air secara
berkelanjutan. Asas Keseimbangan mengandung pengertian
keseimbangan antara
fungsi sosial, fungsi lingkungan hidup, dan fungsi ekonomi.
Asas Kemanfaatan
Umum mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumber daya air
dilaksanakan
untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan
umum secara efektif
dan efisien. Asas Keterpaduan dan Keserasian mengandung
pengertian bahwa
pengelolaan sumber daya air dilakukan secara terpadu dalam
mewujudkan
keserasian untuk berbagai kepentingan dengan memperhatikan
sifat alami air yang
dinamis. Asas Keadilan mengandung pengertian bahwa
pengelolaan sumber daya
air dilakukan secara merata ke seluruh lapisan masyarakat di
wilayah tanah air
sehingga setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang
sama untuk
berperan dan menikmati hasilnya secara nyata. Asas Kemandirian
mengandung
pengertian bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan dengan
memperhatikan
kemampuan dan keunggulan sumber daya setempat. Asas
Transparansi dan
Akuntabilitas mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumber
daya air dilakukan
secara terbuka dan dapat dipertanggung-jawabkan.

Pasal 3
Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air secara
menyeluruh mencakup
semua bidang pengelolaan yang meliputi konservasi,
pendayagunaan, dan
pengendalian daya rusak air, serta meliputi satu sistem
wilayah pengelolaan secara
utuh yang mencakup semua proses perencanaan, pelaksanaan,
serta pemantauan
dan evaluasi. Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air
secara terpadu
merupakan pengelolaan yang dilaksanakan dengan melibatkan
semua pemilik
kepentingan antarsektor dan antarwilayah administrasi. Yang
dimaksud dengan
pengelolaan sumber daya air berwawasan lingkungan hidup adalah
pengelolaan
yang memperhatikan keseimbangan ekosistem dan daya dukung
lingkungan.Yang
dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air berkelanjutan
adalah pengelolaan
sumber daya air yang tidak hanya ditujukan untuk kepentingan
generasi sekarang
tetapi juga termasuk untuk kepentingan generasi yang akan
datang.

Pasal 4
Sumber daya air mempunyai fungsi sosial berarti bahwa sumber
daya air untuk
kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan
individu. Sumber daya
air mempunyai fungsi lingkungan hidup berarti bahwa sumber
daya air menjadi
bagian dari ekosistem sekaligus sebagai tempat kelang-sungan
hidup flora dan
fauna. Sumber daya air mempunyai fungsi ekonomi berarti bahwa
sumber daya air
dapat didayagunakan untuk menunjang kegiatan usaha.


Pasal 5
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa negara wajib menyelenggarakan
berbagai upaya
untuk menjamin ketersediaan air bagi setiap orang yang tinggal
di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Jaminan tersebut menjadi
tanggung jawab bersama
antara Pemerintah dan pemerintah daerah, termasuk di dalamnya
menjamin akses
setiap orang ke sumber air untuk mendapatkan air. Besarnya
kebutuhan pokok
minimal sehari-hari akan air ditentukan berdasarkan pedoman
yang ditetapkan
Pemerintah.

Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan penguasaan sumber daya air
diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah adalah kewenangan yang
di-berikan oleh
negara kepada Pemerintah dan pemerintah daerah dalam
pengaturan sumber daya
air. Yang dimaksud dengan hak yang serupa dengan hak ulayat
adalah hak yang
sebelumnya diakui dengan berbagai sebutan dari masing-masing
daerah yang
pengertiannya sama dengan hak ulayat, misalnya: tanah wilayah
pertuanan di
Ambon; panyam peto atau pewatasan di Kalimantan; wewengkon di
Jawa,
prabumian dan payar di Bali; totabuan di Bolaang-Mangondouw,
torluk di Angkola,
limpo di Sulawesi Selatan, muru di Pulau Buru, paer di Lombok,
dan panjaean di
Tanah Batak.

Ayat (3)
Pengakuan adanya hak ulayat masyarakat hukum adat termasuk hak
yang serupa
dengan itu hendaknya dipahami bahwa yang dimaksud dengan
masyarakat hukum
adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum
adatnya sebagai
warga bersama suatu persekutuan hukum adat yang didasarkan
atas kesamaan
tempat tinggal atau atas dasar keturunan. Hak ulayat
masyarakat hukum adat
dianggap masih ada apabila memenuhi tiga unsur, yaitu :
a. unsur masyarakat adat, yaitu terdapatnya sekelompok
orang yang masih merasa
terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu
persekutuan
hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan
ketentuan-ketentuan
persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari;
b. unsur wilayah, yaitu terdapatnya tanah ulayat tertentu
yang menjadi lingkungan
hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya
mengambil
keperluan hidupnya sehari-hari; dan
c. unsur hubungan antara masyarakat tersebut dengan
wilayahnya, yaitu
terdapatnya tatanan hukum adat mengenai pengurusan,
penguasaan, dan
penggunaan tanah ulayatnya yang masih berlaku dan ditaati oleh
para warga
persekutuan hukum tersebut.

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan
artinya hak guna air
yang diberikan kepada pemohon tidak dapat disewakan dan
dipindahkan kepada
pihak lain dengan alasan apapun. Apabila hak guna air tersebut
tidak dimanfaatkan
oleh pemegang hak guna air, Pemerintah atau pemerintah daerah
dapat mencabut
hak guna air yang bersangkutan.

Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok sehari-hari adalah air
untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari yang digunakan pada atau diambil
dari sumber air
(bukan dari saluran distribusi) untuk keperluan sendiri guna
mencapai kehidupan
yang sehat, bersih dan produktif, misalnya untuk keperluan
ibadah, minum, masak,
mandi, cuci dan, peturasan. Yang dimaksud dengan pertanian
rakyat adalah budi
daya pertanian yang meliputi berbagai komoditi yaitu pertanian
tanaman pangan,
perikanan, peternakan, perkebunan, dan kehutanan yang dikelola
oleh rakyat
dengan luas tertentu yang kebutuhan airnya tidak lebih dari 2
liter per detik per
kepala keluarga. Yang dimaksud dengan sistem irigasi meliputi
prasarana irigasi, air
irigasi, manajemen irigasi, institusi pengelola irigasi, dan
sumber daya manusia.

Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk mewujudkan
ketertiban pelaksanaan
rencana penyediaan sumber daya air. Yang dimaksud dengan
mengubah kondisi
alami sumber air adalah mempertinggi, memperendah, dan
membelokkan sumber
air. Mempertinggi adalah perbuatan yang dapat mengakibatkan
air pada sumber air
menjadi lebih tinggi, misalnya membangun bendung atau
ben-dungan. Termasuk
dalam pengertian mempertinggi adalah memompa air dari sumber
air untuk
pertanian rakyat. Memperendah adalah perbuatan yang dapat
mengakibatkan air
pada sumber air menjadi lebih rendah atau turun dari
semestinya, misalnya
menggali atau mengeruk sungai. Membelokkan adalah perbuatan
yang dapat
mengakibatkan aliran air dan alur sumber air menjadi berbelok
dari alur yang
sebenarnya.

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Hak untuk mengalirkan air melalui tanah orang lain dimaksudkan
agar tidak
mengganggu perolehan hak guna pakai air orang lain. Dalam hal
air digunakan untuk
keperluan pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah
ada, hak untuk
mengalirkan air melalui tanah orang lain didasarkan pada
kesepakatan kedua belah
pihak.

Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan perseorangan adalah subjek nonbadan usaha
yang
memerlukan air untuk keperluan usahanya misalnya usaha
pertamba-kan dan usaha
industri rumah tangga.

Ayat (2)
Persetujuan dimaksud dilakukan secara tertulis.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ganti kerugian adalah pemberian imbalan
kepada pemegang
hak atas tanah sebagai akibat dari pelepasan hak atas ta-nah,
bangunan, tanaman,
dan benda-benda lain yang berada di atasnya, yang besarnya
ditetapkan
berdasarkan kesepakatan para pihak. Kompensasi adalah
pemberian imbalan
kepada pemegang hak atas tanah sebagai akibat dari dilewatinya
area tanahnya
oleh aliran air pemegang hak guna usaha air sehingga pemegang
hak atas tanah
tidak dapat memanfaatkan sepenuhnya hak atas tanah yang
dimilikinya. Besarnya
kompensasi ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak. Hal
yang sama berlaku
terhadap masyarakat hukum adat. Dalam hal yang terkena adalah
aset milik negara,
penggantian kerugian atau kompensasi dilakukan sesuai
peraturan perundang-
undangan.

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan masyarakat adalah seluruh rakyat
Indonesia baik sebagai
perseorangan, kelompok orang, masyarakat adat, badan usaha,
maupun yang
berhimpun dalam suatu lembaga atau organisasi kemasyarakatan.

Ayat (2)
Prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah
diselenggarakan dengan
memperhatikan wewenang dan tanggung jawab masing-masing
instansi sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya.

Ayat (3)
Pelibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyusunan pola
pengelolaan sumber
daya air dimaksudkan untuk menjaring masukan, perma-salahan,
dan/atau keinginan
dari para pemilik kepentingan (stakeholders) untuk diolah dan
dituangkan dalam
arahan kebijakan pengelolaan sumber daya air wilayah sungai.
Pelibatan
masyarakat dan dunia usaha tersebut dilakukan melalui
konsultasi publik yang
diselenggarakan minimal dalam 2 (dua) tahap.Konsultasi publik
tahap pertama
dimaksudkan untuk menjaring masukan, permasalahan, dan/atau
keinginan
masyarakat dan dunia usaha atas pengelolaan sumber daya air
wilayah sungai.
Konsultasi publik tahap kedua dimaksudkan untuk sosialisasi
pola yang ada guna
mendapatkan tanggapan dari masyarakat dan dunia usaha yang ada
di wilayah
sungai yang bersangkutan. Dunia usaha yang dimaksud di sini
adalah koperasi,
badan usaha milik negara, serta badan usaha milik daerah dan
swasta.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan keseimbangan antara upaya konservasi dan
pendayagunaan adalah perlakuan yang proporsional untuk
kegiatan konser-vasi dan
pendayagunaan sumber daya air.

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 12
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Dewan Sumber Daya Air Nasional merupakan wadah koordinasi
antar para pemilik
kepentingan sumber daya air tingkat nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
87. Pertimbangan Dewan Sumber Daya Air Nasional kepada
Presiden diberikan atas
dasar masukan dari pemerintah daerah yang bersangkutan.
Ayat (3)
Penetapan wilayah sungai strategis nasional dinilai
berdasarkan parameter/aspek:
1. ukuran dan besarnya potensi sumber daya air pada wilayah
sungai
bersangkutan;
2. banyaknya sektor dan jumlah penduduk dalam wilayah
sungai
bersangkutan;
3. besarnya dampak sosial, lingkungan, dan ekonomi terhadap

pembangunan nasional; dan
4. besarnya dampak negatif akibat daya rusak air terhadap
pertumbuhan
ekonomi.
Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 14
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Yang dimaksud dengan kawasan lindung sumber air adalah kawasan
yang
memberikan fungsi lindung pada sumber air misalnya daerah
sempadan sumber air,
daerah resapan air, dan daerah sekitar mata air.

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Pemberian izin pada ayat ini dimaksudkan hanya untuk sumber
daya air permukaan.

Huruf g
Cukup jelas

Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas
Huruf
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Pasal 15
Huruf al
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Pemberian izin pada ayat ini dimaksudkan hanya untuk sumber
daya air permukaan.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Istilah desa yang dimaksud dalam pasal ini disesuaikan dengan
kondisi sosial
budaya masyarakat setempat seperti nagari, kampung, huta,
bori, dan marga
sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat termasuk masyarakat
hukum adat.

Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan membahayakan kepentingan umum, misalnya:
tidak
terurusnya kawasan lindung sumber air terutama pada daerah
hulu sumber air;
tingkat pencemaran yang terus meningkat di sumber air; galian
golongan c di sungai
yang tidak terkendali sehingga mengancam kerusakan pada
pondasi jembatan,
tanggul sungai atau bangunan prasarana umum lainnya di sumber
air; atau tanah
longsor yang diperkirakan dapat mengancam aktivitas
perekonomian masyarakat
secara luas.

Huruf b
Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui: mediasi,
peringatan, fasilitasi,
dan/atau pengambilalihan kewenangan.

Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kelangsungan keberadaan sumber daya air
adalah
terjaganya keberlanjutan keberadaan air dan sumber air,
termasuk potensi yang
terkandung di dalamnya.Yang dimaksud dengan daya dukung sumber
daya air
adalah kemampuan sumber daya air untuk mendukung perikehidupan
manusia dan
makhluk hidup lainnya. Yang dimaksud dengan daya tampung air
dan sumber air
adalah kemampuan air dan sumber air untuk menyerap zat,
energi, dan/atau
komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Yang dimaksud dengan pengendalian pemanfaatan sumber air dapat
berupa:
mengatur pemanfaatan sebagian atau seluruh sumber air tertentu
melalui perizinan;
dan/atau pelarangan untuk memanfaatkan sebagian atau seluruh
sumber air
tertentu.

Huruf c
Yang dimaksud dengan pengisian air pada sumber air antara
lain: pemindahan
aliran air dari satu daerah aliran sungai ke daerah aliran
sungai lainnya, misalnya
dengan sudetan, interkoneksi, suplesi, dan/atau imbuhan air
tanah.
Huruf d
Yang dimaksud dengan sanitasi meliputi prasarana dan sarana
air limbah dan
persampahan.

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas


Huruf h
Cukup jelas

Huruf i
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Pelaksanaan secara vegetatif merupakan upaya perlindungan dan
pelestarian yang
dilakukan dengan atau melalui penanaman pepohonan atau tanaman
yang sesuai
pada daerah tangkapan air atau daerah sempadan sumber air.
Yang dimaksud dengan cara sipil teknis adalah upaya
perlindungan dan pelestarian
yang dilakukan melalui rekayasa teknis, seperti pembangunan
bangunan penahan
sedimen, pembuatan teras (sengkedan), dan/atau perkuatan
tebing sumber air.
Yang dimaksud dengan melalui pendekatan sosial, budaya, dan
ekonomi adalah
bahwa pelaksanaan upaya perlindungan dan pelestarian sumber
air dengan
berbagai upaya tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan
kondisi sosial,
budaya, dan ekonomi masyarakat setempat.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan memperbaiki kualitas air pada sumber air
antara lain
dilakukan melalui upaya aerasi pada sumber air.

Ayat (3)
Untuk mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air
misalnya dilakukan
dengan cara tidak membuang sampah di sumber air, dan mengolah
air limbah
sebelum dialirkan ke sumber air.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 24
Yang dimaksud dengan rusaknya sumber air adalah berkurangnya
daya tampung
atau fungsi sumber air.
Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan keterkaitan antara air hujan, air
permukaan, dan air tanah
adalah keadaan yang sesuai dengan daur hidrologi yang
merupakan satu kesatuan
sistem (conjunctive use).

Ayat (6)
Yang dimaksud dengan setiap orang meliputi orang perseorangan
dan badan
usaha.

Ayat (7)
Yang dimaksud dengan prinsip pemanfaat membayar biaya jasa
pengelolaan adalah
penerima manfaat ikut menanggung biaya pengelolaan sumber daya
air baik secara
langsung maupun tidak langsung. Ketentuan ini tidak
diberlakukan kepada pengguna
air untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian
rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80.

Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan zona pemanfaatan sumber air adalah ruang
pada sumber air
(waduk, danau, rawa, atau sungai) yang dialokasikan, baik
sebagai fungsi lindung
maupun fungsi budi daya. Misalnya, membagi permukaan suatu
waduk, danau,
rawa, atau sungai ke dalam berbagai zona pemanfaatan, antara
lain, ruang yang
dialokasikan untuk budi daya perikanan, penambangan bahan
galian golongan C,
transportasi air, olahraga air dan pariwisata, pelestarian
unsur lingkungan yang unik
atau dilindungi, dan/atau pelestarian cagar budaya.
Penentuan zona pemanfaatan sumber air bertujuan untuk
mendayagunakan
fungsi/potensi yang terdapat pada sumber air yang bersangkutan
secara
berkelanjutan, baik untuk kepentingan generasi sekarang maupun
yang akan datang.
Dalam penetapan zona pemanfaatan sumber air, selain untuk
menentukan dan
memperjelas batas masing-masing zona pemanfaatan, termasuk
juga ketentuan,
persyaratan, atau kriteria pemanfaatan dan pengendaliannya.
Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 28
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penetapan peruntukan air pada sumber air
adalah
pengelompokan penggunaan air yang terdapat pada sumber air ke
dalam beberapa
golongan penggunaan air termasuk baku mutunya, misalnya
mengelompokkan
penggunaan sungai ke dalam beberapa ruas menurut beberapa
jenis golongan
penggunaan air untuk keperluan air baku untuk rumah tangga,
pertanian, dan usaha
industri.
Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Penyebutan jenis-jenis penyediaan sumber daya air pada ayat
ini di luar
kebutuhan pokok bukan merupakan urutan prioritas. Yang
dimaksud dengan
kebutuhan air untuk pertanian misalnya kebutuhan air untuk
tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan.

Ayat (3)
Apabila terjadi konflik kepentingan antara pemenuhan kebutuhan
pokok sehari-hari
dan pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk pertanian rakyat
misalnya pada situasi
kekeringan yang ekstrim, prioritas ditempatkan pada pemenuhan
kebutuhan pokok
sehari-hari.
Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Kompensasi dapat berbentuk ganti kerugian misalnya berupa
keringanan biaya jasa
pengelolaan sumber daya air yang dilakukan atas dasar
kesepakatan antarpemakai.
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kepentingan mendesak adalah suatu keadaan
tertentu yang
mengharuskan pengambilan keputusan dengan cepat untuk mengubah
rencana
penyediaan air, karena keterlambatan mengambil keputusan akan
menimbulkan
kerugian harta, benda, jiwa, dan lingkungan yang lebih besar.
Misalnya, perubahan
rencana penyediaan air untuk mengatasi kekeringan dan
pemadaman kebakaran
hutan.
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penggunaan sebagai media misalnya
pemanfaatan sungai
untuk transportasi dan arung jeram. Yang dimaksud dengan
penggunaan sebagai
materi misalnya pemanfaatan air untuk minum, rumah tangga, dan
industri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Kerusakan pada sumber air antara lain dapat berupa longsoran
pada tebing sumber
air, rusak atau jebolnya tanggul sungai, dan/atau menyempitnya
ruas sumber air.
Yang dimaksud dengan mengganti kerugian antara lain dapat
berupa kerja bakti
membuat bangunan penahan longsor, memperbaiki tanggul, atau
membongkar
bangunan yang dijadikan tempat pengambilan atau penggunaan air
dimaksud.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 33
Yang dimaksud dengan keadaan memaksa dalam ayat ini adalah
keadaan yang
bersifat darurat. Penggunaan sumber daya air untuk kepentingan
konservasi
misalnya untuk penggelontoran sumber air di kawasan perkotaan
yang tingkat
pencemarannya sudah sangat tinggi (terjadi
keracunan).Penggunaan sumber daya
air untuk persiapan pelaksanaan konstruksi misalnya untuk
mengatasi kerusakan
mendadak yang terjadi pada prasarana sumber daya air (tanggul
jebol).Penggunaan
sumber daya air untuk pemenuhan prioritas penggunaan sumber
daya air misalnya
untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari pada saat terjadi
kekeringan.
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengembangan termasuk kegiatan
pelaksanaan
konstruksi.
Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Kekhasan daerah adalah sifat khusus tertentu yang hanya
ditemukan di suatu
daerah, bersifat positif dan produktif serta tidak
bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
Contoh:
kekhasan di bidang kelembagaan masyarakat pemakai air untuk
irigasi: Subak di
Bali, Tuo Banda di Sumatera Barat, Dharma Tirta di Jawa
Tengah, dan Mitra Cai di
Jawa Barat.
kekhasan di bidang penyelenggaraan pemerintahan seperti
otonomi khusus, desa,
atau masyarakat hukum adat.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan konsultasi publik adalah upaya menyerap
aspirasi
masyarakat melalui dialog dan musyawarah dengan semua pihak
yang
berkepentingan. Konsultasi publik bertujuan mencegah dan
meminimalkan dampak
sosial yang mungkin timbul serta untuk mendorong terlaksananya
transparansi dan
partisipasi dalam pengambilan keputusan yang lebih adil.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 35
Huruf a
Yang dimaksud dengan sumber air permukaan lainnya, antara
lain, situ, embung,
ranu, waduk, telaga, dan mata air (spring water).
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan modifikasi cuaca adalah upaya dengan cara
memanfaatkan
parameter cuaca dan kondisi iklim pada lokasi tertentu untuk
tujuan meminimalkan
dampak bencana alam akibat iklim dan cuaca, seperti
kekeringan, banjir, dan
kebakaran hutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Pengembangan fungsi dan manfaat air laut yang berada di darat
misalnya untuk
keperluan usaha tambak dan sistem pendinginan mesin.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan air minum rumah tangga adalah air dengan
standar dapat
langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan
dinyatakan sehat
menurut hasil pengujian mikrobiologi (uji ecoli).
Yang dimaksud dengan pengembangan sistem penyediaan air minum
adalah
memperluas dan meningkatkan sistem fisik (teknik) dan sistem
nonfisik
(kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan
hukum) dalam
kesatuan yang utuh untuk menyediakan air minum yang memenuhi
kualitas standar
tertentu bagi masyarakat menuju kepada keadaan yang lebih
baik. Pengembangan
instalasi dan jaringan serta sistem penyediaan air minum untuk
rumah tangga
termasuk pola hidran dan pola distribusi dengan mobil tangki
air.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan badan usaha milik negara dan/atau badan
usaha milik
daerah adalah badan usaha milik negara dan/atau badan usaha
milik daerah yang
bertugas menyelenggarakan pengembangan sistem penyediaan air
minum.

Ayat (4)
Dalam hal di suatu wilayah tidak terdapat penyelenggaraan air
minum yang
dilakukan oleh badan usaha milik negara dan/atau badan usaha
milik daerah,
penyelenggaraan air minum di wilayah tersebut dilakukan oleh
koperasi, badan
usaha swasta dan masyarakat.

Ayat (5)
Cukup jelas

Ayat (6)
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup jelas

Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 41
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan,
pengaturan, dan
pembuangan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya
meliputi irigasi
permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi
pompa, dan irigasi tambak.

Ayat (2)
Pengembangan sistem irigasi oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah termasuk
saluran percontohan sepanjang 50 meter dari bangunan
sadap/pengambilan tersier.
Kriteria pembagian tanggung jawab pengelolaan irigasi selain
didasarkan pada
keberadaan jaringan tersebut terhadap wilayah administrasi
juga perlu didasarkan
pada strata luasannya, sebagai berikut:
daerah irigasi (DI) dengan luas kurang dari 1.000 ha (DI
kecil) dan berada dalam
satu kabupaten/kota menjadi kewenangan dan tanggung jawab
pemerintah
kabupaten/kota.
* daerah irigasi (DI) dengan luas 1.000 s.d. 3.000 ha (DI
sedang), atau daerah irigasi
kecil yang bersifat lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan
dan tanggung
jawab pemerintah provinsi.
* daerah irigasi (DI) dengan luas lebih dari 3.000 ha (DI
besar), atau DI sedang yang
bersifat lintas provinsi, strategis nasional, dan lintas
negara menjadi kewenangan
dan tanggung jawab Pemerintah.
Pelaksanaan pengembangan sistem irigasi yang menjadi
kewenangan Pemerintah
dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah berdasarkan
peraturan perundang-
undangan.

Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa hak dan tanggung jawab
pengembangan sistem
irigasi tersier ada pada petani, tetapi dalam batas-batas
tertentu pemerintah dapat
memfasilitasinya.

Ayat (4)
Yang dimaksud masyarakat termasuk perkumpulan petani pemakai
air.
Yang dimaksud dengan mengikutsertakan masyarakat adalah
mendorong
masyarakat pemakai air pada umumnya dan petani pada khususnya
untuk berperan
aktif dalam pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder.

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan pihak lain adalah kelompok masyarakat di
luar
kelompok/perkumpulan petani pemakai air, perseorangan atau
badan usaha yang
karena kebutuhan dan atas pertimbangan/advis/rekomendasi
pemerintah secara
berjenjang menurut skala kewenangan dinilai mampu untuk
mengembangkan sistem
irigasi. Pengembangan sistem irigasi harus selaras dengan
rencana tata ruang
wilayah. Pengembangan dalam arti pelaksanaan konstruksi dapat
dilakukan oleh
pihak lain dengan desain konstruksi yang telah disetujui oleh
pemerintah.
Pengembangan sistem irigasi juga dapat dilakukan oleh pihak
ketiga atas supervisi
pemerintah. Pengaturan tentang tata cara persetujuan dan
supervisi pemerintah
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.Yang dimaksud
dengan
kemampuan petani berarti mampu secara kelembagaan, teknis, dan
pembiayaan.
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 42
Cukup jelas

Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan keperluan ketenagaan misalnya menggunakan
air sebagai
penggerak turbin pembangkit listrik atau sebagai penggerak
kincir.
Yang dimaksud dengan memenuhi keperluan sendiri adalah
penggunaan tenaga
yang dihasilkan hanya dimanfaatkan untuk melayani dirinya
sendiri/kelompoknya
sendiri, sedangkan untuk diusahakan lebih lanjut adalah
penggunaan tenaga yang
dihasilkan tidak hanya untuk keperluan sendiri tetapi
dipasarkan kepada pihak lain.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengembangan sumber daya air untuk
perhubungan antara
lain untuk media transportasi misalnya untuk lalu lintas air
dan pengangkutan kayu
melalui sungai.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pengusahaan sumber daya air permukaan
yang meliputi
satu wilayah sungai adalah pengusahaan pada seluruh sistem
sumber daya air yang
ada dalam wilayah sungai yang bersangkutan mulai dari hulu
sampai hilir sungai
atau sumber air yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah di
bidang pengelolaan sumber daya air adalah badan usaha yang
secara khusus
dibentuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dalam rangka
pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan badan usaha pada ayat ini dapat berupa
badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah (yang bukan badan usaha
pengelola sumber daya
air wilayah sungai), badan usaha swasta, dan koperasi.Kerja
sama dapat dilakukan,
baik dalam pembiayaan investasi pembangunan prasarana sumber
daya air maupun
dalam penyediaan jasa pelayanan dan/atau pengoperasian
prasarana sumber daya
air. Kerja sama dapat dilaksanakan dengan berbagai cara
misalnya dengan pola
bangun guna serah (build, operate, and transfer), perusahaan
patungan, kontrak
pelayanan, kontrak manajemen, kontrak konsesi, kontrak sewa
dan sebagainya.
Pelaksanaan berbagai bentuk kerja sama yang dimaksud harus
tetap dalam batas-
batas yang memungkinkan pemerintah menjalankan kewenangannya
dalam
pengaturan, pengawasan dan pengendalian pengelolaan sumber
daya air secara
keseluruhan.Izin pengusahaan antara lain memuat substansi
alokasi air dan/atau
ruas (bagian) sumber air yang dapat diusahakan.

Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Pemanfaatan wadah air pada lokasi tertentu antara lain adalah
pemanfaatan atau
penggunaan sumber air untuk keperluan wisata air, olahraga
arung jeram, atau lalu
lintas air.

Huruf c
Pemanfaatan daya air antara lain sebagai penggerak turbin
pembangkit listrik atau
sebagai penggerak kincir.

Pasal 46
Ayat (1)
Alokasi air yang ditetapkan tidak bersifat mutlak sebagaimana
yang tercantum dalam
izin, tetapi dapat ditinjau kembali apabila persyaratan atau
keadaan yang dijadikan
dasar pemberian izin dan kondisi ketersediaan air pada sumber
air yang
bersangkutan mengalami perubahan yang sangat berarti
dibandingkan dengan
kondisi ketersediaan air pada saat penetapan alokasi.

Ayat (2)
Alokasi air yang diberikan untuk keperluan pengusahaan
tersebut tetap
memperhatikan alokasi air untuk pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari dan
pertanian rakyat pada wilayah sungai yang bersangkutan.

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan alokasi air sementara adalah alokasi yang
dihitung
berdasarkan perkiraan ketersediaan air yang dapat diandalkan
(debit andalan)
dengan memperhitungkan kebutuhan pengguna air yang sudah ada.

Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan memfasilitasi ialah menyerap,
mempelajari dan mendalami
objek pengaduan, dan merespon secara proporsional/wajar.

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Bentuk konsultasi publik yang digunakan dapat melalui tatap
muka langsung dengan
para pemilik kepentingan (stakeholders) dan/atau dengan
cara-cara lain yang lebih
efisien dan efektif dalam menjaring masukan/tanggapan para
pemilik kepentingan
dan masyarakat.

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan saluran distribusi adalah saluran pembawa
air baku, baik
yang berupa saluran terbuka maupun yang berbentuk saluran
tertutup misalnya pipa.

Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya upaya
pengusahaan yang
melampaui batas-batas daya dukung lingkungan sumber daya air
sehingga
mengancam kelestariannya.

Pasal 49
Cukup jelas

Pasal 50
Cukup jelas

Pasal 51
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan daya rusak air antara lain berupa :
a. banjir;
b. erosi dan sedimentasi;
c. tanah longsor;
d. banjir lahar dingin;
e. tanah ambles;
f. perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologi, dan
fisika air;
g. terancam punahnya jenis tumbuhan dan/atau satwa;
h. wabah penyakit;
i. intrusi; dan/atau
j. perembesan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 52
Cukup jelas

Pasal 53
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kegiatan fisik adalah pembangunan sarana
dan prasarana
serta upaya lainnya dalam rangka pencegahan kerusakan/ bencana
yang
diakibatkan oleh daya rusak air, sedangkan kegiatan nonfisik
adalah kegiatan
penyusunan dan/atau penerapan piranti lunak yang meliputi
antara lain pengaturan,
pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Yang dimaksud dengan
penyeimbangan hulu dan hilir wilayah sungai adalah
penyelarasan antara upaya
kegiatan konservasi di bagian hulu dengan pendayagunaan di
daerah hilir.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 54
Ayat (1)
Mitigasi bencana adalah kegiatan-kegiatan yang bersifat
meringankan penderitaan
akibat bencana, misalnya penyediaan fasilitas pengungsian dan
penambalan darurat
tanggul bobol.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 55
Cukup jelas

Pasal 56
Keadaan yang membahayakan merupakan keadaan air yang luar
biasa yang
melampaui batas rencana sehingga jika tidak diambil tindakan
darurat diperkirakan
dapat menjadi bencana yang lebih besar terhadap keselamatan
umum.

Pasal 57
Cukup jelas

Pasal 58
Cukup jelas

Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota
menjadi masukan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
rencana pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai lintas kabupaten/kota menjadi
masukan rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota dan provinsi bersangkutan;
rencana pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi menjadi masukan
rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota dan provinsi yang bersangkutan. Selain
sebagai masukan
untuk penyusunan rencana tata ruang wilayah, rencana
pengelolaan sumber daya
air wilayah sungai juga digunakan sebagai masukan untuk
meninjau kembali
rencana tata ruang wilayah dalam hal terjadi
perubahan-perubahan, baik pada
rencana pengelolaan sumber daya air maupun pada rencana tata
ruang pada
periode waktu tertentu. Perubahan yang dimaksud merupakan
tuntutan
perkembangan kondisi dan situasi.Dengan demikian, antara
rencana pengelolaan
sumber daya air dan rencana tata ruang wilayah terdapat
hubungan yang bersifat
dinamis dan terbuka untuk saling menyesuaikan.

Pasal 60
Cukup jelas

Pasal 61
Ayat (1)
Kegiatan inventarisasi sumber daya air dimaksudkan antara lain
untuk mengetahui
kondisi hidrologis, hidrometeorologis, hidrogeologis, potensi
sumber daya air yang
tersedia, dan kebutuhan air, baik menyangkut kuantitas maupun
kualitas beserta
prasarana dan sarana serta lingkungannya termasuk kondisi
sosial ekonomi dan
budaya masyarakatnya.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 62
Ayat (1)
Rencana pengelolaan sumber daya air disusun untuk jangka
pendek, menengah,
dan panjang. Penetapan jangka waktu perencanaan diserahkan
pada kesepakatan
pihak yang berperan dalam perencanaan di setiap wilayah
sungai. Pada umumnya
jangka waktu pendek adalah lima tahun, jangka waktu menengah
adalah 10 tahun,
dan jangka waktu panjang adalah 25 tahun.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Pengumuman dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada
masyarakat guna
menyatakan keberatan atas suatu rancangan rencana yang akan
ditetapkan.

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Ayat (6)
Program-program pembangunan yang terkait dengan pengelolaan
sumber daya air
misalnya program pengembangan air tanah oleh instansi yang
bertanggung jawab di
bidang air tanah, program rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah dilaksanakan oleh
instansi yang bertanggung jawab dalam bidang konservasi tanah.


Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 63
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pelaksanaan konstruksi prasarana sumber
daya air adalah
upaya melaksanakan pembangunan atau kegiatan konstruksi
berdasarkan
perencanaan teknis yang telah dibuat, yang dapat berupa
bangunan atau konstruksi
sarana dan/atau prasarana sumber daya air.
Yang dimaksud dengan pedoman adalah acuan yang bersifat umum
yang harus
dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan
karakteristik dan kemampuan
daerah setempat. Yang dimaksud dengan manual adalah panduan
yang berisikan
petunjuk mengoperasikan peralatan dan/atau komponen bangunan
sumber daya air
misalnya pintu air, pompa banjir, dan alat pengukur debit air.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pengaturan dalam ayat ini, misalnya,
pengaturan pembagian
air, pengaturan jadwal pemberian air, teknik pemanfaatan air,
dan pengaturan
pemanfaatan sempadan sumber air.

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Ayat (6)
Huruf a
Kegiatan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi
primer dan sekunder
dilakukan Pemerintah dan pemerintah daerah tidak menutup
kemungkinan
perkumpulan petani pemakai air berperan serta sesuai dengan
kebutuhan dan
kemampuannya.
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup jelas

Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 65
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Informasi kondisi hidrologis misalnya tentang curah hujan,
debit sungai, dan tinggi
muka air pada sumber air.
Informasi kondisi hidrometeorologis misalnya tentang
temperatur udara, kecepatan
angin, dan kelembaban udara.
Informasi kondisi hidrogeologis mencakup cekungan air tanah
misalnya potensi air
tanah dan kondisi akuifer atau lapisan pembawa air.

Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Akses terhadap informasi sumber daya air yang tersedia di
pusat pengelolaan data
di instansi pemerintah, badan atau lembaga lain di masyarakat
dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain melalui internet, media
cetak yang diterbitkan
secara berkala, surat menyurat, telepon, faksimile, atau
kunjungan langsung dengan
prinsip terbuka untuk semua pihak yang berkepentingan di
bidang sumber daya air.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kegiatan berkaitan dengan sumber daya air
adalah kegiatan
studi, penelitian, seminar, lokakarya, kegiatan pemberdayaan
masyarakat, serta
kegiatan pembangunan sarana dan/atau prasarana yang berkaitan
dengan
pengelolaan sumber daya air.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 68
Cukup jelas

Pasal 69
Cukup jelas

Pasal 70
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan para pemilik kepentingan adalah
stakeholders di bidang
sumber daya air.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Termasuk pengertian kelompok masyarakat adalah organisasi
kemasyarakatan yang
memiliki aktivitas di bidang sumber daya air misalnya
masyarakat subak dan
kelompok masyarakat petani pemakai air.

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 71
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pendidikan khusus adalah bentuk
pendidikan nonformal
yang selama ini telah dilaksanakan dalam bidang sumber daya
air, seperti kursus,
pelatihan, dan bentuk pendidikan nonformal lainnya.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 72
Cukup jelas

Pasal 73
Cukup jelas

Pasal 74
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pendampingan adalah upaya yang dilakukan
oleh berbagai
pihak untuk meningkatkan penyadaran, perilaku dan kemampuan
melalui kegiatan
advokasi, penyuluhan, dan bantuan teknis dengan cara
menempatkan dan
menugaskan tenaga pendamping masyarakat.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 75
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kegiatan pengawasan dalam ayat ini
mencakup
pengamatan secara cermat atas praktik penyelenggaraan
pengelolaan sumber daya
air, baik dalam konteks kesesuaiannya dengan rencana
pengelolaan yang sudah
ditetapkan maupun dalam konteks ketaatannya termasuk tindak
lanjutnya sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 76
Cukup jelas

Pasal 77
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kebutuhan nyata adalah dana yang
dibutuhkan semata-mata
untuk membiayai pengelolaan sumber daya air agar
pelaksanaannya dapat
dilakukan secara wajar untuk menjamin keberlanjutan fungsi
sumber daya air.

Ayat (2)
Setiap jenis pembiayaan dimaksud mencakup tiga aspek
pengelolaan sumber daya
air, yaitu konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber
daya air, dan
pengendalian daya rusak air.
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Yang dimaksud dengan biaya pelaksanaan konstruksi, termasuk di
dalamnya biaya
konservasi sumber daya air.

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Hasil penerimaan biaya jasa pengelolaan sumber daya air
diperoleh dari para
penerima manfaat pengelolaan sumber daya air, baik untuk
tujuan pengusahaan
sumber daya air maupun untuk tujuan penggunaan sumber daya
air yang wajib
membayar.

Pasal 78
Ayat (1)
Badan usaha lain misalnya perseroan terbatas dan usaha dagang.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan yang
dianggap sangat
mendesak oleh daerah tetapi belum menjadi prioritas pada
tingkat nasional untuk
wilayah sungai lintas provinsi dan wilayah sungai strategis
nasional, atau belum
menjadi prioritas pada tingkat regional untuk wilayah sungai
lintas kabupaten/kota.

Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan batas-batas tertentu adalah batasan
terhadap lingkup
pekerjaan untuk pelayanan sosial, kesejahteraan, dan
keselamatan umum yang
dapat dibiayai oleh Pemerintah dan pemerintah daerah misalnya
rehabilitasi tanggul
dan sistem peringatan dini banjir. Sedangkan biaya
pemeliharaan rutinnya tetap
menjadi tanggung jawab badan usaha milik negara/badan usaha
milik daerah
pengelola sumber daya air yang bersangkutan.

Pasal 80
Ayat (1)
Pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari yang tidak
dibebani biaya jasa pengelolaan sumber daya air adalah
pengguna sumber daya air
yang menggunakan air pada atau mengambil air untuk keperluan
sendiri dari sumber
air yang bukan saluran distribusi.Biaya jasa pengelolaan
sumber daya air adalah
biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pengelolaan sumber daya
air agar sumber
daya air dapat didayagunakan secara berkelanjutan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Perhitungan ekonomi rasional yang dapat dipertanggungjawabkan
adalah
perhitungan yang memperhatikan unsur-unsur:
a. biaya depresiasi investasi;
b. amortisasi dan bunga investasi;
c. operasi dan pemeliharaan; dan
d. untuk pengembangan sumber daya air.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan nilai satuan biaya jasa pengelolaan
adalah besarnya biaya
jasa pengelolaan untuk setiap unit pemanfaatan misalnya Rp per
kWh dan Rp per
m3. Kelompok pengguna misalnya: kelompok pengusaha industri
rumah tangga,
kelompok pengusaha industri pabrikan, dan kelompok pengusaha
air dalam
kemasan.
Yang dimaksud dengan volume dalam volume penggunaan sumber
daya air adalah
jumlah penggunaan sumber daya air yang dihitung dengan satuan
m3, atau satuan
luas sumber air yang digunakan, atau satuan daya yang
dihasilkan (kWh).
Tingkat kemampuan ekonomi kelompok pengguna perlu
dipertimbangkan dalam
penentuan satuan biaya jasa pengelolaan mengingat adanya
perbedaan jumlah
penghasilan.

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan jenis penggunaan nonusaha adalah jenis
penggunaan air
untuk kegiatan yang bertujuan tidak mencari keuntungan
misalnya pertanian rakyat,
rumah tangga, dan peribadatan.

Ayat (6)
Yang dimaksud dana dalam ayat ini adalah pungutan biaya jasa
pengelolaan sumber
daya air.

Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 81
Cukup jelas

Pasal 82
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Bentuk kerugian yang dialami sebagai akibat pelaksanaan
pengelolaan sumber daya
air, misalnya hilang atau berkurangnya fungsi atau hak atas
tanah, bangunan,
tanaman, dan benda-benda lain yang berada di atasnya karena
adanya
pembangunan bendungan, bendung, tanggul, saluran, dan bangunan
prasarana
pengelolaan sumber daya air lainnya.
Pemberian ganti kerugian dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
meliputi ganti kerugian fisik dan/atau nonfisik terhadap
pemilik atau penggarap hak
atas tanah dan/atau benda-benda lain beserta tanaman yang
berada di atasnya.
Ganti kerugian fisik dapat berupa uang, permukiman kembali,
saham, atau dalam
bentuk lain.
Ganti kerugian nonfisik dapat berupa pemberian pekerjaan, atau
jaminan
penghidupan lainnya yang tidak mengurangi nilai sosial
ekonominya.

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Kerugian yang berkaitan dengan penyelenggaraan pengelolaan
sumber daya air
misalnya terjadinya pemberian air yang tidak sesuai dengan
jadwal waktu, tidak
sesuai dengan alokasi, dan/atau kualitas air yang tidak sesuai
dengan baku mutu.
Yang dimaksud dengan pihak yang berwenang adalah pengelola
sumber daya air
dan pihak lain yang mempunyai tugas dan wewenang menerima
pengaduan terkait
dengan pengelolaan sumber daya air.

Huruf f
Cukup jelas

Pasal 83
Cukup jelas

Pasal 84
Ayat (1)
Bentuk peran masyarakat dalam proses perencanaan, misalnya
menyampaikan
pemikiran, gagasan, dan proses pengambilan keputusan dalam
batas-batas tertentu.
Bentuk peran masyarakat dalam proses pelaksanaan yang mencakup
pelaksanaan
konstruksi serta operasi dan pemeliharaan, misalnya sumbangan
waktu, tenaga,
material, dan dana. Bentuk peran masyarakat dalam proses
pengawasan, misalnya
menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada pihak yang
berwenang.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 85
Cukup jelas

Pasal 86
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan nama lain misalnya panitia tata
pengaturan air provinsi dan
panitia tata pengaturan air kabupaten/kota.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan prinsip keterwakilan adalah terwakilinya
kepentingan unsur-
unsur yang terkait, misalnya sektor, wilayah, serta kelompok
pengguna dan
pengusaha sumber daya air. Kelompok pakar, asosiasi profesi,
organisasi
masyarakat dapat dilibatkan sebagai narasumber.Yang dimaksud
dengan seimbang
adalah jumlah anggota yang proporsional antara unsur
pemerintah dan unsur
nonpemerintah.

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 87
Cukup jelas

Pasal 88
Ayat (1)
Sengketa sumber daya air dapat berupa sengketa pengelolaan
sumber daya air
dan/atau sengketa hak guna pakai air atau hak guna usaha air.
Misalnya sengketa
antarpengguna, antarpengusaha, antara para pengguna dan
pengusaha,
antarwilayah, serta antara hulu dan hilir.

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 89
Cukup jelas

Pasal 90
Cukup jelas

Pasal 91
Cukup jelas

Pasal 92
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan organisasi yang bergerak di bidang sumber
daya air antara
lain adalah organisasi pengguna air, organisasi pemerhati
masalah air, lembaga
pendidikan, lembaga swadaya masyarakat bidang sumber daya air,
asosiasi profesi,
dan/atau bentuk organisasi masyarakat lainnya yang bergerak di
bidang sumber
daya air.
Hak mengajukan gugatan pada ayat ini adalah gugatan
perwakilan.

Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar gugatan yang
dilakukan oleh organisasi
hanya terbatas pada tindakan yang berkenaan dengan sumber daya
air yang
menyangkut kepentingan publik dengan memohon kepada pengadilan
agar
seseorang atau badan usaha diperintahkan untuk melakukan
tindakan
penanggulangan dan pemulihan yang berkaitan dengan
keberlanjutan fungsi sumber
daya air.
Yang dimaksud dengan biaya atas pengeluaran nyata adalah biaya
yang nyata-
nyata dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh organisasi
penggugat.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 93
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pejabat penyidik pegawai negeri sipil memberitahukan
dimulainya penyidikan
kepada pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
(POLRI) dan hasil
penyidikan diserahkan kepada penuntut umum melalui pejabat
penyidik POLRI. Hal
itu dimaksudkan untuk memberikan jaminan bahwa hasil
penyidikannya telah
memenuhi ketentuan dan persyaratan. Mekanisme hubungan
koordinasi antara
pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan pejabat penyidik
POLRI dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 94
Cukup jelas

Pasal 95
Cukup jelas

Pasal 96
Cukup jelas

Pasal 97
Cukup jelas

Pasal 98
Perizinan dimaksud termasuk perjanjian yang berkaitan dengan
penggunaan
sumber daya air yang telah dibuat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah.

Pasal 99
Cukup jelas

Pasal 100
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4377

Tidak ada komentar:

Posting Komentar