Menindaklanjuti Diskusi Nasional Air Minum dan Sanitasi yang telah dilaksanakan tanggal 5-6 Juli 2005 lalu, hari ini (19/7) dilaksanakan Rapat Koordinasi Air Minum dan Sanitasi dalam rangka memperingati Hari Habitat Dunia 2005. Para penyaji antara lain Ir. S.Bellafolijani, M.Eng dari bidang Air Minum dan Ir. Widia Alfisa, Dipl.SE dari bidang Sanitasi memaparkan hasil dari Diskusi Nasional yang berlangsung beberapa pekan lalu. Bidang Air Minum Keadaan dan kecenderungan yang terjadi dalam bidang air minum di Indonesia yakni belum terpenuhinya pelayanan kualitas air minum serta masih rendahnya cakupan dan tingkat pelayanan air minum. Saat ini, kualitas air yang dialirkan PDAM hingga sampai ke pelanggan tidak/belum memenuhi kualitas standar air minum. Dengan kata lain, masih dalam batas kualitas air bersih. Hal itu terjadi karena terkontaminasinya air dalam proses pengalirannya yang disebabkan jaringan distribusi yang kurang layak dan kondisi perpipaan yang buruk. Selain itu, terdapat kerancuan penggunaan terminologi air minum dan air bersih. Sesuai dengan standar kualitas air yang berlaku di Indonesia, kualitas air untuk masyarakat adalah standar air minum sesuai dengan PP No.16/2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum dan Kebijkanan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat bahwa pelayanan air kepada masyarakat harus memenuhi kualitas air minum. Selain itu, dalam laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia dipaparkan juga mengenai tingginya tingkat un-accounted for water yaitu tingkat kebocoran air. Data menunjukkan pada tahun 2000 tingkat kebocoran air untuk PDAM seluruh Indonesia mencapai 22-43% dengan rata-rata sebesar 36%. Akibat tingginya biaya investasi air minum, dibutuhkan anggaran khusus untuk bidang air minum sebesar Rp 42,8 triliun. Dengan kata lain, dibutuhkan Rp3,3 triliun per tahun hingga 2015 dengan tidak memasukkan kebutuhan anggaran guna pengembangan institusi investasi per kapita US$ 40. Rendahnya keterlibatan swasta, pembangunan dan pengelolaan air bersih (air minum) di Indonesia yang masih sangat rendah. Pasalnya, baru 20 perusahaan swasta yang telah beroperasi. Penurunan kualitas dan kuantitas sumber air baku, yang diakibatkan penurunan kualitas lingkungan dan kualitas air di beberapa aliran sungai menurun akibat polusi. Rendahnya keperdulian dan kesadaran masyarakat yang berkaitan dengan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Namun, terdapat potensi pada masyarakat bahwa masyarakat memiliki daya tersembunyi dalam bentuk kesediaan membayar untuk pelayanan air minum. Terkait tantangan yang dihadapi di bidang air minum, penyaji memaparkan, dalam pencapaian target Millenium Development Goal (MDG) 2005 antara lain (1) perdebatan mengenai kesepakatan kualitas air yang dialirkan ke masyarakat yang harus memenuhi standar kualitas air layak minum (2) Untuk meningkatkan cakupan maupun kualitas pelayanan air minum kepada masyarakat diperlukan perencanaan penyediaan air yang mengacu pada permintaan, memobilitasi seluruh potensi pendanaan untuk memenuhi permintaan yang ada, terus memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat, terus melakukan kampanye pentingnya hidup bersih dan sehat kepada masyarakat (3) anggaran yang dibutuhkan sampai 2015 di bidang air minum mencapai Rp.42,28 triliun atau Rp 3,3 triliun per tahun agar terjadi penambahan kapasitas pengaliran minimal 93.000 l/detik (4) diperlukannya partisipasi aktif dunia usaha, swasta dan masyarakat untuk membiayai investasi air mengingat terbatasnya anggaran pemerintah (5) penyediaan database yang valid dan akurat bagi kawasan perkotaan dan perdesaan (6) keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan pengelolaan yang berhubungan dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya hidup sehat perlu ditingkatkan. Adapun kebijakan sebagai pertimbangan dalam mencapai target MDG 2005 adalah (1) Penyusunan kebijakan dan strategi yang mencakup rencana tindak pencapaian target. (2) Pengembangan alternatif sumber pembiayaan untuk pengembangan maupun pembangunan prasarana dan sarana air minum yang bertumpu pada kemampuan pemerintah kabupaten/kota. (3) Peningkatan mekanisme penyesuaian tarif agar mengarah pada beroperasinya PDAM secara swadana. (4) Pengembangan alternatif pola pembiayaan bagi pembangunan dan pengelolaan air minum. (5) Perlindungan sumber air baku secara lintas sektoral dan lintas kabupaten/kota dengan membentuk Water Board Authority. (6) Pengembangan program konservasi alam, lingkungan hidup, dan sumber daya air sebagai upaya mempertahankan keandalan ketersediaannya air baku. (7) Peningkatan kemampuan teknis dan pengelolaan PDAM menuju profesionalisme korporasi serta pemisahan secara tegas antara fungsi operator dan regulator dalam pembangunan dan pengelolaan air bersih. (8) peningkatan partisipasi dunia usaha swasta dan masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan air bersih. (9) Pendidikan serta kampanye PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) yang berkelanjutan bagi masyarakat pedesaan melalui pemberdayaan masyarakat pedesaan. (10) Peningkatan peran aktif masyarakat pedesan dalam penyedian dan pengelolaan air bersih pedesaan. (11) Pemberian bantuan teknis dan pelatihan teknis bagi masyarakat pedesaan serta peningkatan rasa memiliki masyarakat pedesaan. (12) Perbaikan pemantauan sistem dan evaluasi melalui pendekatan patisipatif. Program yang telah dilakukan oleh Indonesia untuk mencapai target MDG adalah penyusunan dan sosialisasi kebijakan nasional pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan guna memfasilitasi pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan dan penyediaan air minum serta penyehatan lingkungan; bantuan pendampingan bagi PDAM untuk memperbaiki kinerja menuju profesionalisme; peningkatan peran aktif masyarakat melalui sharing investment approach; penyusunan format dan kriteria pencatatan data dasar cakupan pelayanan air bersih pedesaan maupun perkotaan. Bidang Sanitasi Keadaan dan kecenderungan yang terjadi dalam bidang sanitasi adalah aksesibilitas masyarakat terhadap sarana sanitasi dasar. Dari data BPS menunjukkan tingkat aksesibilitas masyarakat (rumah tangga) terhadap sarana jamban dikategorikan tinggi, terutama di perkotaan. Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat perdesaan akan kualitas lingkungan dan pentingnya sanitasi bagi kesehatan. Rendahnya kepedulian pemerintah, wakil rakyat, swasta akan persoalan sanitasi. Hal tersebut tercermin dengan sedikitnya anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan sanitasi dasar dan kegiatan sanitasi. Pentingnya sanitasi/penanganan buangan padat dan cair industri dan rumah tangga mengingat rendahnya cakupan pelayanan PDAM, khususnya di perkotaan. Beberapa tantangan yang dihadapi di bidang sanitasi dalam pencapaian target Millenium Development Goal (MDG) 2005, antara lain (1) peningkatan kualitas sarana sanitasi yang berarti tantangan untuk membangun sarana yang memenuhi kriteria teknis dan standar kesehatan yang ditetapkan tetapi mudah dioperasikan dan dipelihara masyarakat. (2) peningkatan kesadaran masyarakat, pemerintah, wakil rakyat, maupun swasta mengenai persoalan sanitasi. Program yang telah dilakukan oleh Indonesia untuk mencapai target MDG adalah peningkatan kepedulian masyarakat, pemerintah, wakil rakyat, dan swasta terhadap persoalan sanitasi; peningkatan penggunaan jamban; penyusunan kebijakan dan strategi dalam pencapaian target MDG yang mencakup rencana tindak pencapaian target. (ind) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar