Sabtu, 27 Juni 2009

MAPALA TEKNIK : Lintas Alam Pontianak - Kuching

PERJALANAN MAPALA TEKNIK
Lintas Alam Pontianak - Kuching
Saat itu kalau sekedar camping atau hiking di sekitar Kalbar sering dilakukan oleh anak-anak mapala teknik. Long march singkawang-Pontianak, pendakian Bukit kelam, Pendakian Gn. Tiung kandang, Pendakian Gn Ambawang beberapa contohnya. Namun karena medan dan tantanganya kurang, akibatnya kegiatan itu terasa biasa-biasa saja. Apalagi orang lain banyak yang pernah melakukanya, jadi seperti sebuah rutinitas, lama-lama menjenuhkan.
Dilatar belakangi pemikiran tersebut dan didorong jiwa kepeloporan mahasiswa teknik, muncullah rencana perjalanan untuk melintasi alam dari Pontianak (Indonesia) ke g (Malaysia). Dengan jarak yang sangat jauh, medan yang asing dan resiko lainnya ( sempat tersiar kabar kalau di perbatasan Indonesia Malaysia saat itu sedang terjadi pemberontakan PGRS ) rencana perjalanan ini pasti akan penuh resiko dan tantangan. Selain itu perang antar suku asli pedalaman yang masih sering terjadi merupakan resiko tersendiri yang kemungkinan akan dihadapi.
Tim berjumlah sebelas orang antara lain Yan Dalle, M Yusuf, Kamarrudin, Dharma Sarjana dll. Untuk persiapan perjalanan dibantu anggota lainnya. Sonny Mambo “sesepuh Mapala Teknik” walaupun tidak ikut, ia tetap membantu mempersiapkan keperluan untuk perjlanan. Atas jasanya team banyak mendapat bantuan dari Kodam (sekarang Korem) Tanjungpura, misalnya perlengkapan, izin dsb. Awalnya Pangdam (Pak Missanif) kurang setuju karena khawatir dengan situasi keamanannya. Tetapi karena team lebih ngotot, akhirnya belaiu setuju juga, dengan syarat di sepanjang perjalanan team harus lapor ke tiap-tiap pos keamanan TNI untuk memudahkan moniitoring dan pengawasan dari Kodam
Rute yang disepakati adalah Pontianak- Sosok- Balai karangan-Tebedu, Sirian dan Kuching. Keberangkatan menuju Sosok menggunakan mobil Colt pinjaman dari Untan. Saat itu jalan Ptk-Sosok belum terlalu bagus, masih retak-retak dan berlobang. Namun mobil tetap melaju mengantarkan team yang terpaksa berdesakan sampai ke Sosok.
Setelah setengah hari dlm perjalanan, team tiba dan beristirahat sebentar. Perjalanan berikutnya menuju Balai Karangan. Karena jalan aspal belum ada, jadi perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki. Sebenarnya jalan penghubung sudah ada, yaitu jalan hasil proyek kerjasama antara Australia dan Indonesia tapi belum selesai karena masih dalam taraf pengerjaan. Jadi dengan bermodalkan peta dan kompas serta informasi yang didapat sepanjang perjalanan dari penduduk, team menyusuri jalan setapak demi setapak. Jika dilihat dari peta, jalur perjalanannya searah jalur jalan proyek tersebut. Tetapi medan yang dilalui team tidak selamanya menggunakan jalan tersebut. Kadang jika dianggap perlu, team memotong menggunakan jalan bukaan orang kampung atau melewati hutan, yang penting arah perjalanan tetap dipertahankan. Saat menyusuri jalan proyek Australia- Indonesia, team cukup menderita karena kesulitan dengan kondisi jalan yang berdebu akibat pasir dan tanah pelapis jalan yang belum diaspal. Belum lagi kalau tengah hari, matahari terik menyengat memancarkan panasnya membuat perjalananan terasa seperti di padang pasir. Mau melewati tepian jalan agar teduh, sulit karena tepian jalan telah penuh dengan pohon tumbang dan tumpukan daun/ranting sisa bukaan jalan. Walaupun medannya berat, ada hikmahnya juga karena anggota team (terutama yang sipil) bisa sekalian menerapkan ilmu yang didapat saat kuliah dengan menyaksikan langsung proses-proses dari pengerjan jalan, anggaplah seperti sebuah praktikum.
Saat melewati perkampungan, team selalu menyempatkan waktu untuk singgah sekalian istrirahat dan bersosialisasi dengan penduduknya. Kebanyakan mereka merasa keheranan dan bertanya-tanya dengan kedatangan team. Saat itulah sambil bersosialisasi dan menjelaskan tujuan perjalanan, team juga berusaha menyisipkan pemahaman–pemahaman tentang pentingnya pendidikan bagi mereka, terutama generasi mudanya. Team sadar, sebagai seorang mahasiswa, team mempunyai tanggung jawab dan beban moril untuk turut membantu meningkatkan pendidikan di masyarakat. Saat itu tingkat pendidikan di daerah-daerah Kalimantan Barat memang sangat rendah. Para pemudanya kebanyakan lebih suka langsung kerja/mencari nafkah, seperti berladang, menebang hutan, mencari sarang lawet dll dari pada mengikuti pendidikan. Mereka hanya memikirkan hidup untuk hari ini tanpa memikirkan kehidupan mereka untuk hari esok. Padahal tanpa didampingi pendidikan dan ilmu pengetahuan hidup mereka tidak akan berkembang dan bertahan lama karena akan selalu tergantung dengan alam. Sedangkan alam sendiri mempunyai keterbatasan untuk terus memberi, sewaktu-waktu ia akan habis juga. Dapat dikatakan team saat itu seperti melakukan penyuluhan dan bertukar pendapat dengan penduduk. Kebanyakan mereka tertarik. dan menyambut baik.
Ternyata Back Up dan kontrol dari Kodam Pusat banyak membantu selama perjalanan. Babinsa (Bintara Bina Desa) yang sudah terdapat di desa-desa di sepanjang perjalanan banyak memberikan bantuan dan mamantau kemanan secara continu. Misalnya ketika di Balai Sebut saat team mendengar suara letusan tembakan baku tembak antara GPRS dan tentara Indonesia, pengamanan dari para babinsa terasa semakin ketat. Kejadian tersebut sempat mambuat team ngeri juga.
Setelah kurang lebih empat hari berjalan kaki, akhirnya tiba juga di Balai Karangan. Mengingat target waktu, team disana hanya beristirahat satu hari saja, tampatnya di messs tentara. Perjalanan kemudian dilanjutkan kembali menuju Entikong. Waktu tempuh Balai Karangan-Entikong tidak terlalu lama, diperkirakan hanya satu hari berjalan kaki. Ternyata benar, pagi team berangkat, sore hari sudah tiba di Entikong. Karena waktu perjlanan yang cukup singkat, tidak banyak pengalaman yang didapat dalam perjalanan dari balai karangan – entikong.
Dari Entikong dengan berjalan kaki team menuju Tebedu, kembali menyusuri jalan rintisan orang kampung, hutan dan medan lainnya. Tak terasa sebentar lagi akan memasuki negara Malaysia, itu berarti kota Kuching tujuan dari perjalanan tersebut semakin dekat untuk dicapai. Sampai sejauh ini kondisi team rata-rata stabil dan masih tetap segar bugar. Mungkin karena dari awal, team selalu mengkondisikan perjalanan ini dengan suasana santai dan tanpa beban, seperti sebuah rekreasi ke tempat-tempat yang baru. Rasanya jarak yang jauh dan medan yang berat tidak menjadi kendala berarti karena telah terbayar dengan banyak pengalaman yang lucu, asyik dan unik selama perjalanan, walau kadang kala menegangkan. Contohnya pengalaman ketika ditahan di Border Scort, gerbang perbatasan negara Indonesia-Malaysia. Awal kejadiannya karena team memasuki gerbang perbatasan tanpa izin. Saat itu, karena pengaruh gaya santai anak teknik ditambah sifat sok tau, team menyelonong melewati perbatasan tanpa permisi, padahal saat itu ada beberapa tentara Malaysia sedang berjaga-jaga. Otomatis mereka menyuruh team berhenti. dengan berteriak-teriak dalam bahasa melayu malaysia. Senjatanya tertodong kearah team dengan posisi siap tembak. Dengan dada berdegup-degup dan keringat bercucuran karena takut tiba-tiba senjata itu meletus, team berusaha untuk tetap tenang sambil menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan team tak lupa meminta maaf karena telah melewati gerbang tanpa permisi. Syukurlah akhirnya mereka mau mengerti dan memaklumi. Awalnya mereka mengira team gerombolan penyeludup asing/pemberontak PGRS yang akan lari ke Malaysia, makanya sikap mereka segarang itu.
“Sebenarnya kami melihat tentara-tentara Malaysia itu sedang berjaga-jaga di gerbang perbatasan. Mereka memakai seragam kemeja hijau -walau warnanya agak berlainan-, celana pendek selutut dan sepatu boot tingi dikaki, sepintas mirip pakaian anak pramuka sekolah dasar. Kelihatannya lucu karena tidak sesuai dengan wajah yang garang-garang.” tutur salah seorang anggota team mengenang kejadian itu.
Karena tidak membawa surat-surat dan dokumen resmi kunjungan lintas negara, terpaksa team tertahan di Border Scort selama 2 hari. Berkat bantuan tentara malaysia, untuk pembuatan surat-surat resmi team akan diusahakan badan konsulat Malaysia Indonesia. Selama menunggu surat jadi team diperlakuan dengan baik oleh para tentara-tentara itu. Ternyata dibalik wajah garang dan seramnya tersimpan keramahan dan jiwa kekeluargaan ciri khas bangsa melayu.
Setelah surat jadi, perjalanan siap-siap dilanjutkan kembali. Tujuan berikutnya adalah Sirian, sebuah kota di negara Malaysia. Tak terasa separuh dari perjalanan telah dilewati, banyak pengalaman pahit atau manis yang telah diterima. Entah apalagi cerita yang akan dihadapi dalam perjalanan berikutnya, apalagi dilakukannya dinegri orang yang berbeda budaya, alam dan lingkungannya. Yang jelas hal tersebut semakin menambah rasa penasaran dan keingintahuan team!.
Tanpa diduga tiba-tiba datang utusan dari KBRI di Malaysia, mereka menawarkan untuk mengantar team sampai ke Kuching, lengkap dengan kendaraan mobil dan fasilitaslainnya, sungguh diluar dugaan!. Rupanya penahanan team di Border Scort telah memberi hikmah tersendiri. Saat itu beritanya cukup fenomenal dan cepat tersebar hingga sampai ke pemerintah Indonesia. Ternyata pemerintah Indonesia tertarik dan sangat merespon fositif dengan perajalanan team karena dianggap dapat menjadi salah satu upaya pendukung adanya hubungan dan kerjasama yang erat antar mahasiswa perguruan tinggi sebagai sebuah institusi intelektual se Asia Tenggara bahkan dunia. Tujuannya untuk membentuk lintasan pertukaran/silang ilmu pengetahuan dan teknologi yang terlaksana secara proggressif dan continuitas dimana di masa yang akan datang dapat dirasakan langsung bagi kemajuan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Apalagi saat itu kunjungan mahasiswa Kalimantan Barat ke Malaysia secara institusi rasanya tidak pernah dilakukan, padahal secara geografik negara Malaysia dan Indonesia berada dalam satu pulau.
Tanpa fikir panjang team menerima tawaran tersebut dan berangkat menuju Sirian dengan menggunakan mobil (sedan jenis eklusive). Tanpa terasa - mungkin karena menggunakan mobil -team tiba di Sirian, disana kemudian untuk sementara waktu beristirahat. Segala keperluan selama beristirahat seperti tempat tinggal, transportasi, konsumsi dan lain-lainnya disediakan oleh KBRI. Sempat team berkeliling-keliling di seputar Sirian sambil menikmati suasananya yang tentram dan asri. Masyarakat disana rata-rata mempunyai tingkat kesadaran berdisiplin yang tinggi, terlihat dari keadaan sepanjang jalan kota yang bersih dan terawat.
Dari Sirian perjalanan dilanjutkan ke kota Kuching, finish akhir dari perjalanan ini. Rasanya sudah tak sabar untuk segera tiba, tak sabar untuk menyaksikan kotanya, menikmati suasananya, mendapatkan pengalaman baru sekaligus merayakan keberhasilan sebuah perjuangan setelah sampai di finish. Akhirnya team tiba di Kuching, salah satu kota besar di Malaysia. Sambutan masyarakat Kuching terhadap kedatangan team sungguh diluar dugaan. Mereka memperlakukan team dengan sangat spesial. Mereka menghormati dan menghargai juga mengagumi akan perjalanan yang telah dilakukan team. Bukan hanya di tempat sendiri berita perjalanan team tersebar, ternyata di Kuching pun hampir seluruh elemen lasyarakatnya tahu. Makanya setiap hari selalu saja ada undangan untuk menghadiri acara seperti undangan ramah tamah di balai kota, undangan pertemuan antar mahasiswa, seminar seminar, penyuluhan tentang bahaya pemakaian dadah kadang dll, kadang diminta juga sebagai pembicara. Masyarakat Kuching merasa heran dan tidak habis fikir bagaimana team sebagai seorang mahasiswa bisa sampai ada waktu, kesempatan dan keinginan untuk melakukan perjalanan sejauh itu. Rasa heran ini timbul karena perbedaan cara berfikir yang terbentuk dari lingkungan dan sistem perkuliahan mahasiswa Indonesia dan Malaysia saat itu. Mahasiswa Malaysia rasanya teratur, sangat disiplin hingga terlihat kaku, lain dengan mahasiswa Indonesia yang santai dan lebih mengutamakan kebebasan berekspresi. Apalagi saat itu mahasiswa Indonesia sedang semangat-semangatnya aktif dalam kegiatan-kegiatan baik intern/ekstern kampus. Melihat perbandingan hasil dari segi akademis, sejujurnya dapat dikatakan mahasiswa Malaysia selangkah lebih maju dari mahasiswa Indonesia saat itu.
Setelah puas di Kuching, dengan fasilitas, perlakuan dan pengalaman yang tiada duanya, team pulang, kembali menyusuri jalur yang telah dilewati menuju Pontianak, Indonesia Kebetulan dengan bekal dan “ketenaran” yang telah didapat selama perjalanan, team banyak mendapat bantuan dan dukungan baik bahan makanan, transport akomodasi dll, setidaknya memperlancar kepulangan hingga tiba kembali di Pontianak di negara tercinta NKRI.
Pengalaman lintas Pontianak-Kuching adalah pengalaman yang tak terlupakan bagi para anggota team dan akan selalu terkenang sepanjang hidup. Semoga cerita ini dapat menjadi inspirasi dan mengilhami generasi-generasi penerus untuk semakin berkembang dan maju, Amin.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar